Mahasiswa memahami tinjauan filosofis
tentang Hakikat Pendidik
A.
Pengertian Pendidik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
pendidik artinya orang yang mendidik.[1] Secara etimologi dalam bahasa Inggris ada
beberapa kata yang berdekatan arti pendidik seperti kata teacher artinya
pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, dipusat-pusat pelatihan
disebut sebagai trainer atau instruktur. Demikian pula dalam
bahasa Arab seperti kata al-mualim (guru), murabbi (mendidik), mudarris
(pengajar) dan uztadz. Secara terminology beberapa
pakar pendidikan berpendapat, Menurut Ahmad Tafsir, bahwa pendidik dalam Islam
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan
upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa),
kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[2] Sedangkan Abdul Mujib mengemukakan bahwa
pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang
memberikan santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan
meluruskan prilakunya yang buruk.[3] Pendidik dapat pula berarti orang
bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kematangan aspek rohani dan jasmani
anak.[4]
Secara umum dijelaskan pula oleh
Maragustam Siregar, yakni orang yang memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman,
keterampilan dan lain-lain baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di
sekolah.[5]
Istilah yang lain kadang digunakan untuk
pendidik adalah sebutan guru. Pendidik dalam lembaga persekolahan disebut
dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman
kanak-kanak, sekolah menengah dan sampai pada dosen-dosen diperguruan tinggi,
kiyai di pondok pesantren dan lain sebagainya.[6]
Guru adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik baik di lingkungan
formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan demikian peserta didik
peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut. Demikian pula pada
perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar (intruksional),
posisi pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang
diberikan kepadanya dalam Islam.[7]
Jadi paradigma pendidik tidak hanya bertugas sebagai guru atau pengajar,
yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat ilmu pengetahuan
dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivtor dan
fasilitator dalam proses belajar mengajar [8]
karena hakekatnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian,
moral serta intelektual yang baik.
Hakekat
pendidik sebagai manusia yang memahami ilmu pengetahuan sudah barang
tentu dan menjadi sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu itu kepada
orang lain demi kemaslahatan ummat. Hakekat pendidik−guru ditegaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu:
اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ
وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ
مَا لَمْ يَعْلَمْ
Artinya:“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar
(manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.” (QS.Al-Alaq [96]:1-5).
Dalam Al-Qur’an hakekat guru adalah Allah SWT, namun
tidak berarti manusia di dunia ini tidak mempunyai tugas sebagai khalifah
dimuka bumi ini, tugas manusia salah satunya adalah mengajarkan ilmu yang telah
diperolehnya kepada orang lain, dengan kata lain dia sebagai seorang guru.[9]
Jika
ditinjau secara umum pendidik dalam pendidikan Islam kaitannya lebih luas dari
pada pendidik dalam pendidikan non-Islam, adapun pendidik dalam pendidikan
Islam yaitu :
1.
Allah SWT.
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang
membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam
firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Beberapa firman
Allah seperti :
a.
Surah Qur’an
Surah Al-Fatihah ayat 1,
الْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Artinya:
“Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam”. (QS. Al-Fatihah [1]:1)
b.
Dalam surah
Qur’an Surah An-Nahl dijelasklan pula,
وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى
لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya:“Dan Kami
turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(QS.An-Nahl [16]: 89)
Berdasarkan
ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.
Ramayulis dan Syamsul Nizar mengutip al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah SWT sebagai
pendidik dan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda, Allah SWT sebagai
pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya sebab Dia adalah Zat
Pencipta. Perhatian Allah SWT tidak terbatas hanya terhadap kelompok manusia
saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.[10] Allah SWT sebagai pendidik untuk alam yang di
dalamnya ada unsur manusia dan makhluk lainnya meliputi aspek yang maha luas
sebagai bentuk kekuasaanya, kendati manusia dididik secara tidak lansung maka
seyogyanyalah manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal memaknai dan
mengambil pelajaran terhadap tanda-tanda alam sebagai ciptaan dan kekuasaan
Allah SWT, ilmu yang diajarkan oleh Allah SWT kepada manusia berupa kitab suci
yang yang diwahyukan kepada Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW yang membawa
kitab suci Al-Qur’an merupakan tiada bandingan untuk mengukur kemampuan manusia
dalam menciptakan sesuatu sebagai hasil karyanya, karena disisi lain Al-Qur’an
berfungsi memberi petunjuk jalan yang paling lurus (Q.S.Al-Isra’[17]:9)
2.
Rasulullah
SAW.
Kedudukan Rasulullah SAW sebagai
pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT, sebagai teladan bagi ummat dan
rahmat bagi seluruh alam. Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Ahmad yang
berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
(رواه
أحمد)
Artinya: “Dari
Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya diutus (kepada
manusia hanyalah) untuk menyempurnakan akhlak.”. (HR. Ahmad).
Rasulullah
SAW dari potret sejarahnya dikenal sebagai manusia yang paling berakhlak dan
dipatuhi sehingga dalam masa kehidupannya sukses mendidik generasi-generasi
Islam. Sebagai seorang pendidik ummat manusia yang mengajarkan agama Islam dan
ketauhidan serta etika berkehidupan, Rasulullah SAW memiliki kepribadian dan
akhlak yang sangat mulia, yang pantas dijadikan teladan bagi seluruh ummat
manusia, hal tersebut senantiasa tercermin dalam kehidupannya.
3.
Orang Tua.
Selain
pendidik (guru), yang paling berperan penting yaitu orang tua. Orang tua
sebagai pembimbing dalam lingkungan keluarga disebabkan karena secara alami
anak-anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya.[11] Menurut Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani,
tanggung jawab terbesar pendidikan Islam menurut ajaran Islam dipikul oleh
orang tua anak, karena orang tualah yang menentukan pola pembinaan pertama bagi
anak.[12] Menurut J.I.G.M Drost, orang tualah yang
pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang
pergaulan manusiawi, dan kewajiban memperkembangkan tanggung jawab terhadap
diri sendiri dan terhadap orang lain.[13] Orang tua yang merupakan titik dan
pemeran awal dalam membimbing, mengasuh, memberikan perhatian, kasih sayang,
dan memotivasi sehingga anak didik dapat mencapai kesuksesan dalam
belajar. Kesuksesan seorang anak kandung adalah merupakan cerminan atas
kesuksesan orang tua. Kendati orang tua memiliki peranan dan tanggung jawab
utama dalam proses pengembangan potensi anak didik, namun memiliki waktu yang
terbatas hal ini disebabkan misalnya dengan kesibukan kerja, tingkat
efektivitas dan efeisiensi pendidikan tidak akan baik jika hanya dikelolah
secara alamiah.[14]
Dengan
demikian dapat dipahami bahwa dalam mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan
efisien maka diperlukan mitra yang mendasar antara orang tua dan pendidik.
Orang tua yang merupakan penanggung jawab dalam perkembangan anak karena adanya
hubungan pertalian darah secara langsung sehingga mempunyai tanggung jawab
terhadap masa depan anaknya demikian pula pendidik yaitu orang yang berkompeten
untuk melaksanakan tugas mendidik, memberi pengajaran dan pendidikan kepada
anak sesuai dengan kurikulum. Kerja sama yang terjalin bagus akan memberikan
kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak
didik.
4.
Guru
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah
satu pendidik yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu guru setelah
orang tua. Dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 disebutkan
guru adalah pendidik professional.[15] Sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun
2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 6 disebut sebagai
pendidik adalah tenaga kependidikan.[16] Guru adalah suri teladan kedua setelah
orang tua[17] Menurut
Saiful Bahri Djamarah bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan
kepada anak didik.[18] Guru sejatinya adalah seorang pribadi
yang harus serba bisa dan serba tahu[19] serta mampu mentransferkan kebiasaan dan
pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan
potensi anak didik. Guru yang bekerja sebagai tenaga pengajar adalah elemen
yang terpenting dan ikut bertanggung jawab dalam proses pendewasaan bagi
anak didik tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan
bahwa guru dapat diartikan sebagai sosok yang mempunyai kewenangan dan
bertanggung jawab sepenuhnya di kelas atau di sekolah untuk mengembangkan
segenap potensi peserta didik yang dimiliki sehingga mampu mandiri dan mengembangkan
nilai kepribadian sesuai ajaran Islam, dengan demikian tujuan akhirnya adalah
kedewasaan dan kesadaran untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dan hamba
Allah SWT. Oleh karena itu, setiap guru hendaknya mempunyai kepribadian yang
akan dicontoh dan diteladani oleh anak didik, baik secara sengaja maupun tidak.
Sudah barang tentu, pekerjaan sebagai guru tidak sama dengan pekerjaan apapun,
diluar itu pengetahuan dan keterampilan yang akan diajarkan.[20] Keahlian sebagai guru atau pendidik dalam
Islam tidak hanya sekedar memiliki kemampuan mentransfer pengetahuan kepada
peserta didik sebagaimana yang terjadi pada umumnya, namun diperlukan syarat
dan kepribadian yang ketat serta memadai untuk menjadi seorang guru atau
pendidik dalam Islam.
Menurut
Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, yang mengutip al-Abrasyi bahwa syarat menjadi
guru ialah zuhud (tidak terlalu suka kehidupan dunia), suci, ikhlas
dalam bekerja, lemah lembut, tenang, sopan dan suka pemaaf, menjadi bapak
sebelum dia menjadi guru, mengerti tabiat, kecenderungan, kebiasaan, perasaan
dan pikiran peserta didiknya agar tidak salah arah dalam peserta didikan,
bersih fisik dan jiwa dari dosa besar dan kesalahan, jauh dari sifat mencari
nama, dengki, permusuhan, dan sifat-sifat tercelah lainnya.[21] Jika menjelaskan pendidik dalam prinsip
keguruan, guru ini selalu dikaitkan dengan bidang tugas dan pekerjaan, maka
variabel yang melekat adalah lembaga pendidikan−sekolah. Dan ini juga
menunjukkan bahwa pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat
dan sebagai gelar pada diri seseorang yang tugasnya adalah mendidik atau
memberikan pendidikan.
B. Tugas dan Peran Pendidik
Keutamaan
pendidik terletak pada tugas yang diembangnya yakni mendidik, mengajarkan
sesuatu untuk diketahui oleh peserta didik. Demikian pula membentuk
kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi,
guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Sejalan dengan itu secara umum
Ramayulis dan Syamsul Nizar mengutip Abd. Al Rahman al-Nahlawi
menyebutkan tugas pendidik, meliputi : Pertama, tugas penyucikan, yakni
berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembang fitrah manusia. Kedua,
tugas pengajaran yakni mentransformasikan pengetahuan dan menginternalisasikan
nilai-nilai agama kepada manusia.[22]
Disisi lain
beberapa pandangan tentang tugas-tugas pendidik adalah sebagai berikut:
1.
Membimbing
peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai
kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
2.
Menciptakan
situasi untuk pendidikan, yaitu: suatu keadaan dimana tindakan-tindakan
pendidik dapat berlansung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3.
Seorang
pendidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan
keagamaan, dan lain sebagainya. Seperti yang
dikemukakan oleh al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada
Allah SWT.[23]
Pendapat
Abdul Mujib mengutip Roestiyah dalam bukunya “Masalah-Masalah Keguruan”,
menyimpulkan tugas pendidik dalam pendidikan Islam menjadi tiga bagian,[24]
yaitu:
- Sebagai pengajar (Intruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
- Sebagai pendidik (Educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. menciptakannya.
- Sebagai pemimpin (Managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri-sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Demikian
pula dikemukakan oleh Khoiron Rosyadi, bahwa tugas pendidik yakni harus:
- Mengetahui karakter murid,
- 2) Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
- 3) Guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.[25]
Pendidik
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, karena
pendidik adalah pihak yang bersentuhan langsung dengan unsur-unsur yang ada
dalam sebuah aktivitas pendidikan, terutama anak didik. Sebagai wujud dari
kedudukan yang sangat penting tersebut, tugas pendidik adalah berupaya untuk
mengembangkan segenap potensi anak didiknya, agar memiliki kesiapan dalam
menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya.[26] Untuk
melaksanakan tugas sebagai pendidik hendaknya bertolak pada prinsip amar ma’ruf
nahi mungkar karena pendidik sebagai panutan bagi peserta didiknya.
Dari
beberapa pandangan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa tugas utama
pendidik pada umunya adalah mentransfer ilmu pengetahuan dan mentransformasikan
nilai dan norma kepada peserta didik sehingga terbentuk kepribadian yang soleh.
Tugas pendidik tersebut merupakan tugas mulia dan melebihi tanggung jawab moral
yang diembangnya, karena dengan demikian pendidik akan mempertanggung jawabkan
kepada Allah SWT atas segala tugas yang dilaksakannya.
Dalam dunia pendidikan, dikatakan pula bahwa peranan
pendidik atau guru cukup besar untuk menciptakan manusia-manusia yang unggul,
berkepribadian yang luhur dan memiliki spiritualitas yang tinggi.[27] Hingga kini guru atau pendidik merupakan
satu-satunya sumber belajar yang sangat berarti bagi peserta didik, oleh karena
itu cukup beralasan adanya upaya peningkatan kualitas pendidik akan sangat
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Salah satunya yang perlu dipahami
oleh pendidik ialah peranan pendidik itu sendiri. Dalam kaitannya dengan tugas
pengelolaan kelas, menurut Binti Maunah mengemukakan tiga peran guru yang harus
dilakukakan yaitu: peran sebagai pengajar atau Intruksional,
peran sebagai pendidik/educational, peran sebagai pemimpin atau manajerial.[28]
Sesungguhnya
peranan guru tidak hanya terbatas pada empat dinding kelas, ia mempunyai tugas
dikelas, di dalam dan di luar sekolah serta di masyarakat.[29] Secara umum Ahmad Farid mengutip Cece
Wijaya dan A. Tabrani Rusyan dalam bukunya “Kemampuan Dasar Guru Dalam
Proses Belajar Mengajar”, menjelaskan beberapa peranan pendidik tersebut
adalah sebagai berikut:
a)
Guru sebagai pengajar dan pendidik
b)
Guru sebagai anggota masyarakat
c)
Guru sebagai pemimpin
d)
Guru sebagai pelaksana administrasi
Dari sudut pandang psikologi, peran guru adalah, Pertama,
pakar psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan mampu
mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan pendidik. Kedua,
Seniman dalam hubungan antar manusia. Ketiga, sebagai pembentuk
kelompok, yang menciptakan suatu pembaharuan dengan membuat sesuatu yang lebih
baik. Keempat, innovator, yaitu sebagai orang yang mampu menciptakan
inovasi yang lebih baik. Kelima, petugas kesehatan, artinya guru
bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa.[31] Disamping yang paling utama peran guru
Pendidikan Agama Islam ialah membentuk akhlak yang mulia dalam diri setiap
peserta didik, sehingga bisa diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[32]
Beberapa peranan tersebut diatas berlaku untuk semua
guru, termasuk didalamnya guru agama. Dari tinjuan tersebut secara umum maka
guru memiliki peranan yang sangat besar yang tidak hanya berorientasi pada
aspek tenaga kependidikan di lembaga pendidikan namun mempunyai pula peranan
yang sangat diperhitungkan di tengah-tengah masyarakat yang multikompleks.
C. Etika Pendidik
Kode etik
Pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan
relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik,
koleganya, serta dengan atasannya.[33] Dengan demikian norma tersebut akan
menjadi acuan utama dan perlu dipahami oleh setiap pendidik. Menurut Abdul Aziz
mengutip Al-Abrasyi menentukan kode etik pendidik sebagai berikut yaitu:[34]
a. Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi pendidik
sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti menyanyangi anaknya sendiri.
b. Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan anak
didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses
belajar mengajar.
c. Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya.
Pemberian materi pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya.
d. Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada
sebagian anak didik, misalnya hanya memprioritaskan pada anak didik yang ber-IQ
tinggi.
e. Mempunyai kompetensi keadilan, kesucian dan
kesempurnaan.
f. Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya, tidak banyak
menuntut hal yang diluar hak dan kewajibannya.
g. Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan
materi lainnya (menggunakan pola integrated curriculum).
h. Memberi bekal anak didik dengan ilmu yang mengacu pada
futuristik, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang dialami oleh pendidik.
i.
Sehat
jasmanin dan rohani serta memiliki kepribadian yang kuat, tanggungjawab dan
mampu mengatasi problem anak didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk
menatap masa depan yang dilakukan dengan sunggu-sungguh.
Berangkat
dari konsep norma (kode etik) tersebut dapat dikatakan bahwa suatu
jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula
pendidik, seorang pendidik dalam Islam wajib menaatinya agar pendidikan dapat
berlangsung sesuai harapan dan akan tercermin pada tujuan akhir dari pendidikan
itu. Menurut Westy Soemanto dan Hendiyat Soetopo yang dikutip oleh Abdul Mujib
bahwa pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan
identitas pendidik.[35]
- Tugas dan Peran Pendidik
Profil pendidik atau
guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa,
panggilan hati nurani, bukan hanya tuntutan materi belaka, yang membatasi tugas
dan tanggungjawabnya hanya sebatas dinding sekolah. Guru dan anak didik adalah
“Dwi Tunggal”. Guru dengan segenap totalitasnya menjalankan tugas tidak
mengenal lelah, hujan dan panas bukan rintangan bagi guru yang penuh dedikasi
dan loyalitas untuk tetap mengajar. Guru dan anak didik boleh raganya boleh berpisah,
tapi jiwa keduanya tidak dapat terpisahkan.
Tugas dan peran guru
menurut Syaiful Bahri Jamarah sebagaimana dikutif oleh Hasan Basri[36]
yaitu : a) Korektor; b) Inspirator; c) Imformator; c) Organisator; d)
Motivator; e) Inisiator; f) Fasilitator; g) Pembimbing; h) Demonstrator; i)
Pengelola kelas; j) Mediator; k) Supervisor; l) Evaluator.
Seperti dijelaskan sebelumnya, guru
bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada
jalur pendidikan formal. Sejalan dengan itu, guru memiliki peran yang bersifat
multi fungsi, lebih dari sekedar yang tertuang pada produk hukum tentang guru,
seperti UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP No. 74 tentang Guru.
Mujtahid (2010) mengemukakan bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak,
evaluator, dan motivator dideskripsikan seperti berikut ini :
- Guru sebagai Perancang
Guru sebagai perangcang yaitu menyusun kegiatan
akademik atau kurikulum dan pembelajaran, menyusun kegiatan kesiswaan, menyusun
kebutuhan sarana prasarana dan mengestimasi sumber-sumber pembiayaan
operasional sekolah, serta menjalin hubungan dengan orangtua, masyarakat,
pemangku kepentingan dan instansi terkait. Untuk tugas – tugas administrative
tertentu, guru dapat
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan
identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru
harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab,
wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan
dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual
dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi
an seni sesuai dengan bidang yang
dikembangkan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai
peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena
mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama
dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari
dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.
- Guru sebagai penggerak
Guru dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator
yang mendorong dan menggerakkan system organisasi sekolah. Untuk melaksanakan
fungsi – fungsi tersebut, seorang guru harus memiliiki kemampuan intelektual,
misalnya mempunyai jiwa visioner, creator, peneliti, jiwa rasional, dan jiwa
untuk maju. Kepribadian seperti luwes, wibawa, adil dan bijaksana juga jujur.
Untuk mendorong dan menggerakkan system sekolah yang maju memang membutuhkan
kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumber daya manusia secara
maksimal dan berkelanjutan. Sebab itu pola ini dapat terbangun secara kolektif
dan dilaksanakan dengan sungguh oleh guru, maka akan muncul perubahan besar
dalam system manajemen sekolah yang efektif. Melalui cita – cita dan visi benar
inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan mempunyai rasa tanggungjawab,
rasa memiliki, serta rasa ingin memajukan lembaga sekolahnya sebagai tenda
besar mendedikasikan hidup mereka.
- Guru sebagai Evaluator
Guru menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu
melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam
system sekolah. Peran ini penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam
menentukan pilihan serta kebijakan yang relevan demi kebaikan system yang ada
di sekolah, baik menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana – prasarana, sasaran
dan tujuan. Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel
yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak
mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Sebagai suatu proses,
penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai,
mungkin tes ataupun non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus
dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi 3 tahap yaitu persiapan,
pelaksanaan dan tindak lanjut. Selain menilai peserta didik, guru harus pula
menilai dirinya sendiri baik sebagai perencana maupun penilai program
pembelajaran. Oleh karena itu ia harus memiliki pengetahuan yang memadai
tentang penilaian program sebagai mana memahami penilaian hasil belajar.
- Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan
penentu keberhasilan. Seorang guru memerankan diri sebagai motivator murid –
muridnya. Guru sebagai motivator artinya guru sebagai pendorong siswa dalam
rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Sering
terjadi siswa yang kurang berprestasi, hal ini bukan disebabkan karena memiliki
kemampuan yang rendah, akan tetapi disebabkan tidak adanya motivasi belajar
dari siswa sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya.
Dalam hal seperti ini guru sebagai motivator harus dapat mengetahui motif –
motif yang menyebabkan daya belajar siswa yang rendah yang dapat menyebabkan
menurunnya prestasi belajarnya. Guru harus merangsang dan memberikan dorongan
serta reinforcement untuk membangkitkan kembali gairah dan semangat belajar
siswa. Proses pembelajaran akan lebih berhasil jika siswa memiliki motivasi
dalam belajar, maka guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa.
Beberapa upaya guru dalam memberikan motivasi belajar.
[1]
W.J.S.
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1991), hlm.250.
[2]
Ahmad
Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), hlm,74-75.
[3]
Abdul
Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006),
hlm.88.
[4]
Ramayulis dan
Syamsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia,2010), hlm.139.
[5]
Maragustam,
Filsafat Pendidikan Islam.(Yogyakarta: Sunan Kalijaga, 2010). hlm.169.
[6]
Ramayulis dan
Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.148.
[7]
Khoiron
Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
hlm.173.
[8]
Abdul Mujib. Ibid,,
hlm.90.
[9]
Ahmad
Zuhdi, Profil Guru dalam Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari,
(Telaah Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, (Yogyakarta: Tesis Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2004), hlm. 19.
[10]
Ramayulis
dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.145.
[11]
Ramayulis
dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.148.
[12]
Hasan Basri dan
Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), (Bandung: Pustaka
setia, 2010), hlm. 84.
[13]
J.I.G.M
Drost, Sekolah: Mengajar atau Mendidik?, (Yogyakarta: Kanisius, 2008),
hlm. 32.
[14]
Abdul Mujib. Ilmu,
hlm. 88.
[15]
Dengan
tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Undang-Undang No.
14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam pdf, (Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4586), hlm 2.
[16]
Yang
berkualifikasi sebagai guru, dosen, koselor, pamong belajar, widyaiswara,
tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan
kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Undang-Undang
RI No. 20 Tahun 2003.,
[17]
Maragustam,
Filsafat, hlm.170.
[18]
Saiful
Bahri Djamarah. Guru., hlm.31.
[19]
Peran
dan Fungsi Guru dalam website, http://edukasi.kompasiana.com /2012/07/18/.
Diakses, 22 September 2012.
[20]
Ahmad Farid. Etika
Guru dalam Pendidikan Islam, Telaah Terhadap Hadits Larangan Menerima Upah Bagi
Guru. (Yogyakarta:Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2004), hlm.15.
[21]
Maragustam.
Ibid, hal 17.,
[22]
Ramayulis
dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.157.
[23]
Zanuraini,
“Hakikat Pendidik dan Peserta Didik”, dalam Website http://zanuraini
rental. blogspot.com. 20 September 2012.
[24]
Abdul
Mujib. Ilmu, hlm.91.
[25]
Khoiron
Rosyadi. Pendidikan, hlm.180.
[26]
Hifza,
Pendidik dan Kepribadiannya dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Tesisi Program
Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), hlm. 42.
[27]
Tohirin,
M.S, Psikologi Pembelajaran Pendidikan agama Islam. (Jakarta: Raja
Grafindo Persada,2005), hlm.152.
[28]
Binti
Maunah, Methodologi Pengajaran Agama Islam, (Metode Penyusunan dan Desain
Pembelajaran), (Yogyakarta: Teras,2009), hlm. 269-271.
[29]
Akmal
Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005),
hlm. 88.
[30]
.
Ahmad Farid, Etik., hlm.17-18.
[31]
Tohirin,
M.S, Psikologi., hlm.154.
[32]
Akmal
Hawi, Kompetensi., hlm. 59.
[33]
Abdul
Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam).
(Yogyakarta: Teras,2009), hlm.183-184.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar