Selasa, 02 Desember 2014

Hakikat Pendidik



Mahasiswa memahami tinjauan filosofis tentang Hakikat Pendidik


A.    Pengertian Pendidik
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pendidik artinya orang yang mendidik.[1] Secara etimologi dalam bahasa Inggris ada beberapa kata yang berdekatan arti pendidik seperti kata teacher artinya pengajar dan tutor yang berarti guru pribadi, dipusat-pusat pelatihan disebut sebagai trainer atau instruktur. Demikian pula dalam bahasa Arab seperti kata al-mualim (guru), murabbi (mendidik), mudarris (pengajar) dan uztadz.  Secara terminology beberapa pakar pendidikan berpendapat, Menurut Ahmad Tafsir, bahwa pendidik dalam Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan upaya mengembangkan seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta), maupun psikomotorik (karsa).[2] Sedangkan Abdul Mujib mengemukakan bahwa pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik, yang memberikan  santapan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak mulia, dan meluruskan prilakunya yang buruk.[3] Pendidik dapat pula berarti orang bertanggung jawab terhadap perkembangan dan kematangan aspek rohani dan jasmani anak.[4]  Secara umum dijelaskan pula oleh Maragustam Siregar, yakni orang yang memberikan ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain-lain baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun di sekolah.[5]

Istilah yang lain kadang digunakan untuk pendidik adalah sebutan guru. Pendidik dalam lembaga persekolahan  disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah dan sampai pada dosen-dosen diperguruan tinggi, kiyai di pondok pesantren dan lain sebagainya.[6]  Guru adalah orang yang pekerjaannya mendidik peserta didik baik di lingkungan formal (kelas atau sekolah) ataupun nonformal. Dengan demikian peserta didik peranannya merupakan obyek transformasi ilmu tersebut. Demikian pula pada perkembangannya guru disebut pula sebagai pengajar  (intruksional), posisi pengajar dalam manusia modern sama sekali berbeda dari tempat yang diberikan kepadanya dalam Islam.[7]  Jadi paradigma pendidik tidak  hanya bertugas sebagai guru atau pengajar, yang mendoktrin peserta didiknya untuk menguasai seperangkat ilmu pengetahuan dan skill tertentu. Pendidik hanya bertugas sebagai motivtor dan fasilitator dalam proses belajar mengajar [8] karena hakekatnya pendidikan adalah suatu proses pembentukan kepribadian, moral serta intelektual yang baik.
Hakekat pendidik  sebagai manusia yang memahami ilmu pengetahuan sudah barang tentu dan menjadi sebuah kewajiban baginya untuk mentransferkan ilmu itu kepada orang lain demi kemaslahatan ummat. Hakekat pendidik−guru ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 yaitu:

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

Artinya:“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS.Al-Alaq [96]:1-5).

Dalam Al-Qur’an hakekat guru adalah Allah SWT, namun tidak berarti manusia di dunia ini tidak mempunyai tugas sebagai khalifah dimuka bumi ini, tugas manusia salah satunya adalah mengajarkan ilmu yang telah diperolehnya kepada orang lain, dengan kata lain dia sebagai seorang guru.[9]  
Jika ditinjau secara umum pendidik dalam pendidikan Islam kaitannya lebih luas dari pada pendidik dalam pendidikan non-Islam, adapun pendidik dalam pendidikan Islam yaitu :
1.       Allah SWT.
Dari berbagai ayat al-Qur’an yang membicarakan tentang kedudukan Allah sebagai pendidik dapat dipahami dalam firman-firman yang diturunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Beberapa firman Allah seperti :
a.       Surah Qur’an Surah Al-Fatihah ayat 1,

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Artinya: “Segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam”. (QS. Al-Fatihah [1]:1)

b.      Dalam surah Qur’an Surah An-Nahl dijelasklan pula,

وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Artinya:“Dan Kami turunkan kepadamu Al kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.(QS.An-Nahl [16]: 89)

Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia. Ramayulis dan Syamsul Nizar mengutip al-Razi, yang membuat perbandingan antara Allah SWT sebagai pendidik dan manusia sebagai pendidik sangatlah berbeda, Allah SWT sebagai pendidik mengetahui segala kebutuhan orang yang dididiknya sebab Dia adalah Zat Pencipta. Perhatian Allah SWT tidak terbatas hanya terhadap kelompok manusia saja, tetapi memperhatikan dan mendidik seluruh alam.[10]  Allah SWT sebagai pendidik untuk alam yang di dalamnya ada unsur manusia dan makhluk lainnya meliputi aspek yang maha luas sebagai bentuk kekuasaanya, kendati manusia dididik secara tidak lansung maka seyogyanyalah manusia sebagai makhluk yang mempunyai akal memaknai dan mengambil pelajaran terhadap tanda-tanda alam sebagai ciptaan dan kekuasaan Allah SWT, ilmu yang diajarkan oleh Allah SWT kepada manusia berupa kitab suci yang yang diwahyukan kepada Nabi, khususnya Nabi Muhammad SAW yang membawa kitab suci Al-Qur’an merupakan tiada bandingan untuk mengukur kemampuan manusia dalam menciptakan sesuatu sebagai hasil karyanya, karena disisi lain Al-Qur’an berfungsi memberi petunjuk jalan yang paling lurus (Q.S.Al-Isra’[17]:9) 
2.       Rasulullah SAW.
Kedudukan Rasulullah SAW sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT, sebagai teladan bagi ummat dan rahmat bagi seluruh alam. Dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Ahmad yang berbunyi:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ  (رواه أحمد)
Artinya: “Dari Abu Hurairah R.A, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya saya diutus (kepada manusia hanyalah) untuk menyempurnakan akhlak.”. (HR. Ahmad).

Rasulullah SAW dari potret sejarahnya dikenal sebagai manusia yang paling berakhlak dan dipatuhi sehingga dalam masa kehidupannya sukses mendidik generasi-generasi Islam. Sebagai seorang pendidik ummat manusia yang mengajarkan agama Islam dan ketauhidan serta etika berkehidupan, Rasulullah SAW memiliki kepribadian dan akhlak yang sangat mulia, yang pantas dijadikan teladan bagi seluruh ummat manusia, hal tersebut senantiasa tercermin dalam kehidupannya.
3.       Orang Tua.
Selain pendidik (guru), yang paling berperan penting yaitu orang tua. Orang tua sebagai pembimbing dalam lingkungan keluarga disebabkan karena secara alami anak-anak pada masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ayah dan ibunya.[11]  Menurut Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, tanggung jawab terbesar pendidikan Islam menurut ajaran Islam dipikul oleh orang tua anak, karena orang tualah yang menentukan pola pembinaan pertama bagi anak.[12] Menurut J.I.G.M Drost, orang tualah yang pertama-tama mengajarkan kepada anak pengetahuan akan Allah, pengalaman tentang pergaulan manusiawi, dan kewajiban memperkembangkan tanggung jawab terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.[13]  Orang tua yang merupakan titik dan pemeran awal dalam membimbing, mengasuh, memberikan perhatian, kasih sayang, dan memotivasi  sehingga anak didik dapat mencapai kesuksesan dalam belajar. Kesuksesan seorang anak kandung adalah merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua. Kendati orang tua memiliki peranan dan tanggung jawab utama dalam proses pengembangan potensi anak didik, namun memiliki waktu yang terbatas hal ini disebabkan misalnya dengan kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efeisiensi pendidikan tidak akan baik jika hanya dikelolah secara alamiah.[14]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam mencapai tujuan pendidikan yang efektif dan efisien maka diperlukan mitra yang mendasar antara orang tua dan pendidik. Orang tua yang merupakan penanggung jawab dalam perkembangan anak karena adanya hubungan pertalian darah secara langsung sehingga mempunyai tanggung jawab terhadap masa depan anaknya demikian pula pendidik yaitu orang yang berkompeten untuk melaksanakan tugas mendidik, memberi pengajaran dan pendidikan kepada anak sesuai dengan kurikulum. Kerja sama yang terjalin bagus akan memberikan kemudahan untuk mencari solusi dan menyamakan langkah dalam membimbing anak didik.
4.       Guru
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa salah satu pendidik yang memiliki peranan yang sangat penting yaitu guru setelah orang tua. Dalam Undang-Undang tentang Guru dan Dosen pasal 1 ayat 1 disebutkan guru adalah pendidik professional.[15]  Sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 6 disebut sebagai pendidik adalah tenaga kependidikan.[16] Guru adalah suri teladan kedua setelah orang tua[17]  Menurut Saiful Bahri Djamarah bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik.[18] Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu[19]  serta mampu mentransferkan kebiasaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik. Guru yang bekerja sebagai tenaga pengajar adalah elemen yang terpenting dan ikut bertanggung  jawab dalam proses pendewasaan bagi anak didik tersebut.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa guru dapat diartikan sebagai sosok yang mempunyai kewenangan dan bertanggung jawab sepenuhnya di kelas atau di sekolah untuk mengembangkan segenap potensi peserta didik yang dimiliki sehingga mampu mandiri dan mengembangkan nilai kepribadian sesuai ajaran Islam, dengan demikian tujuan akhirnya adalah kedewasaan dan kesadaran untuk melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dan hamba Allah SWT. Oleh karena itu, setiap guru hendaknya mempunyai kepribadian yang akan dicontoh dan diteladani oleh anak didik, baik secara sengaja maupun tidak. Sudah barang tentu, pekerjaan sebagai guru tidak sama dengan pekerjaan apapun, diluar  itu pengetahuan dan keterampilan yang akan diajarkan.[20]  Keahlian sebagai guru atau pendidik dalam Islam tidak hanya sekedar memiliki kemampuan mentransfer pengetahuan kepada peserta didik sebagaimana yang terjadi pada umumnya, namun diperlukan syarat dan kepribadian yang ketat serta memadai untuk menjadi seorang guru atau pendidik dalam Islam.
Menurut Prof. Dr. H. Maragustam Siregar, yang mengutip al-Abrasyi bahwa syarat menjadi guru ialah zuhud (tidak terlalu suka kehidupan dunia), suci, ikhlas dalam bekerja, lemah lembut, tenang, sopan dan suka pemaaf, menjadi bapak sebelum dia menjadi guru, mengerti tabiat, kecenderungan, kebiasaan, perasaan dan pikiran peserta didiknya agar tidak salah arah dalam peserta didikan, bersih fisik dan jiwa dari dosa besar dan kesalahan, jauh dari sifat mencari nama, dengki, permusuhan, dan sifat-sifat tercelah lainnya.[21] Jika menjelaskan pendidik dalam prinsip keguruan, guru ini selalu dikaitkan dengan bidang tugas dan pekerjaan, maka variabel yang melekat adalah lembaga pendidikan−sekolah. Dan ini juga menunjukkan bahwa pendidik merupakan profesi atau keahlian tertentu yang melekat dan sebagai gelar pada diri seseorang yang tugasnya adalah mendidik atau memberikan pendidikan.

B.     Tugas dan Peran Pendidik
Keutamaan pendidik terletak pada tugas yang diembangnya yakni mendidik, mengajarkan sesuatu untuk diketahui oleh peserta didik. Demikian pula membentuk  kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal saleh dan bermoral tinggi, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Sejalan dengan itu secara umum Ramayulis dan Syamsul Nizar mengutip Abd. Al Rahman al-Nahlawi  menyebutkan tugas pendidik, meliputi : Pertama, tugas penyucikan, yakni berfungsi sebagai pembersih, pemelihara dan pengembang fitrah manusia. Kedua, tugas pengajaran yakni mentransformasikan pengetahuan dan menginternalisasikan nilai-nilai agama kepada manusia.[22]
Disisi lain beberapa pandangan tentang tugas-tugas pendidik adalah sebagai berikut:
1.        Membimbing peserta didik, dalam artian mencari pengenalan terhadap anak didik mengenai kebutuhan, kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.
2.        Menciptakan situasi untuk pendidikan, yaitu: suatu keadaan dimana tindakan-tindakan pendidik dapat berlansung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
3.        Seorang pendidik harus memiliki pengetahuan yang diperlukan, seperti pengetahuan keagamaan, dan lain sebagainya. Seperti yang dikemukakan oleh al-Ghazali, bahwa tugas pendidik adalah menyempurnakan, membersihkan, menyempurnakan serta membawa hati manusia untuk Taqarrub kepada Allah SWT.[23]
Pendapat Abdul Mujib mengutip Roestiyah dalam bukunya “Masalah-Masalah Keguruan”, menyimpulkan tugas pendidik dalam pendidikan Islam menjadi tiga bagian,[24] yaitu:
  1. Sebagai pengajar (Intruksional), yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang disusun serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program dilakukan.
  2. Sebagai pendidik (Educator), yang mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan Allah SWT. menciptakannya.
  3. Sebagai pemimpin (Managerial), yang memimpin, mengendalikan kepada diri-sendiri, peserta didik dan masyarakat yang terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Demikian pula dikemukakan oleh Khoiron Rosyadi, bahwa tugas pendidik yakni harus:
  1. Mengetahui karakter murid,
  2. 2)      Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya, baik dalam bidang yang diajarkannya maupun dalam cara mengajarkannya.
  3. 3)      Guru harus mengamalkan ilmunya, jangan berbuat berlawanan dengan ilmu yang diajarkannya.[25]
Pendidik memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pelaksanaan pendidikan, karena pendidik adalah pihak yang bersentuhan langsung dengan unsur-unsur yang ada dalam sebuah aktivitas pendidikan, terutama anak didik. Sebagai wujud dari kedudukan yang sangat penting tersebut, tugas pendidik adalah berupaya untuk mengembangkan segenap potensi anak didiknya, agar memiliki kesiapan dalam menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupannya.[26] Untuk melaksanakan tugas sebagai pendidik hendaknya bertolak pada prinsip amar ma’ruf nahi mungkar karena pendidik sebagai panutan bagi peserta didiknya.
Dari beberapa pandangan tersebut di atas maka dapat dipahami bahwa tugas utama pendidik pada umunya adalah mentransfer ilmu pengetahuan dan mentransformasikan nilai dan norma kepada peserta didik sehingga terbentuk kepribadian yang soleh. Tugas pendidik tersebut merupakan tugas mulia dan melebihi tanggung jawab moral yang diembangnya, karena dengan demikian pendidik akan mempertanggung jawabkan kepada Allah SWT atas segala tugas yang dilaksakannya.
Dalam dunia pendidikan, dikatakan pula bahwa peranan pendidik atau guru cukup besar untuk menciptakan manusia-manusia yang unggul, berkepribadian yang luhur dan memiliki spiritualitas yang tinggi.[27] Hingga kini guru atau pendidik merupakan satu-satunya sumber belajar yang sangat berarti bagi peserta didik, oleh karena itu cukup beralasan adanya upaya peningkatan kualitas pendidik akan sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Salah satunya yang perlu dipahami oleh pendidik ialah peranan pendidik itu sendiri. Dalam kaitannya dengan tugas pengelolaan kelas, menurut Binti Maunah mengemukakan tiga peran guru yang harus dilakukakan yaitu: peran sebagai pengajar atau  Intruksional, peran sebagai pendidik/educational, peran sebagai pemimpin atau manajerial.[28]
Sesungguhnya peranan guru tidak hanya terbatas pada empat dinding kelas, ia mempunyai tugas dikelas, di dalam dan di luar sekolah serta di masyarakat.[29] Secara umum Ahmad Farid mengutip Cece Wijaya dan A. Tabrani Rusyan dalam bukunya  “Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar”, menjelaskan beberapa peranan pendidik tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Guru sebagai pengajar dan pendidik
b)      Guru sebagai anggota masyarakat
c)      Guru sebagai pemimpin
d)     Guru sebagai pelaksana administrasi
e)      Guru sebagai pengelola proses belajar mengajar.[30]
Dari sudut pandang psikologi, peran guru adalah, Pertama, pakar psikologi belajar atau psikologi pendidikan dan mampu mengaplikasikannya dalam melaksanakan tugas sebagai guru dan pendidik. Kedua, Seniman dalam hubungan antar manusia. Ketiga, sebagai pembentuk kelompok, yang menciptakan suatu pembaharuan dengan membuat sesuatu yang lebih baik. Keempat, innovator, yaitu sebagai orang yang mampu menciptakan inovasi yang lebih baik. Kelima, petugas kesehatan, artinya guru bertanggung jawab bagi terciptanya kesehatan mental para siswa.[31] Disamping yang paling utama peran guru Pendidikan Agama Islam ialah membentuk akhlak yang mulia dalam diri setiap peserta didik, sehingga bisa diterapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[32]
Beberapa peranan tersebut diatas berlaku untuk semua guru, termasuk didalamnya guru agama. Dari tinjuan tersebut secara umum maka guru memiliki peranan yang sangat besar yang tidak hanya berorientasi pada aspek tenaga kependidikan di lembaga pendidikan namun mempunyai pula peranan yang sangat diperhitungkan di tengah-tengah masyarakat yang multikompleks.

C.    Etika Pendidik
Kode etik Pendidik adalah norma-norma yang mengatur hubungan kemanusiaan (hubungan relationship) antara pendidik dan peserta didik, orang tua peserta didik, koleganya, serta dengan atasannya.[33] Dengan demikian norma tersebut akan menjadi acuan utama dan perlu dipahami oleh setiap pendidik. Menurut Abdul Aziz mengutip Al-Abrasyi menentukan kode etik pendidik sebagai berikut yaitu:[34]
a.       Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi pendidik sehingga ia menyayangi anak didiknya seperti menyanyangi anaknya sendiri.
b.      Adanya komunikasi yang aktif antara pendidik dan anak didik. Pola komunikasi dalam interaksi dapat diterapkan ketika terjadi proses belajar mengajar.
c.       Memperhatikan kemampuan dan kondisi anak didiknya. Pemberian materi pelajaran harus diukur dengan kadar kemampuannya.
d.      Mengetahui kepentingan bersama, tidak terfokus pada sebagian anak didik, misalnya hanya memprioritaskan pada anak didik yang ber-IQ tinggi.
e.       Mempunyai kompetensi keadilan, kesucian dan kesempurnaan.
f.       Ikhlas dalam menjalankan aktifitasnya, tidak banyak menuntut hal yang diluar hak dan kewajibannya.
g.      Dalam mengajar supaya mengaitkan materi satu dengan materi lainnya (menggunakan pola integrated curriculum).
h.      Memberi bekal anak didik dengan ilmu yang mengacu pada futuristik, karena ia tercipta berbeda dengan zaman yang dialami oleh pendidik.
i.        Sehat jasmanin dan rohani serta memiliki kepribadian yang kuat, tanggungjawab dan mampu mengatasi problem anak didik, serta mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang dilakukan dengan sunggu-sungguh.
Berangkat dari konsep norma (kode etik) tersebut dapat dikatakan bahwa suatu jabatan yang melayani orang lain selalu memerlukan kode etik. Demikian pula pendidik, seorang pendidik dalam Islam wajib menaatinya agar pendidikan dapat berlangsung sesuai harapan dan akan tercermin pada tujuan akhir dari pendidikan itu. Menurut Westy Soemanto dan Hendiyat Soetopo yang dikutip oleh Abdul Mujib bahwa pelanggaran terhadap kode etik akan mengurangi nilai dan kewibawaan identitas pendidik.[35]

  1. Tugas dan Peran Pendidik
Profil pendidik atau guru yang ideal adalah sosok yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan jiwa, panggilan hati nurani, bukan hanya tuntutan materi belaka, yang membatasi tugas dan tanggungjawabnya hanya sebatas dinding sekolah. Guru dan anak didik adalah “Dwi Tunggal”. Guru dengan segenap totalitasnya menjalankan tugas tidak mengenal lelah, hujan dan panas bukan rintangan bagi guru yang penuh dedikasi dan loyalitas untuk tetap mengajar. Guru dan anak didik boleh raganya boleh berpisah, tapi jiwa keduanya tidak dapat terpisahkan.
Tugas dan peran guru menurut Syaiful Bahri Jamarah sebagaimana dikutif oleh Hasan Basri[36] yaitu : a) Korektor; b) Inspirator; c) Imformator; c) Organisator; d) Motivator; e) Inisiator; f) Fasilitator; g) Pembimbing; h) Demonstrator; i) Pengelola kelas; j) Mediator; k) Supervisor; l) Evaluator.
Seperti dijelaskan sebelumnya, guru bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Sejalan dengan itu, guru memiliki peran yang bersifat multi fungsi, lebih dari sekedar yang tertuang pada produk hukum tentang guru, seperti UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan PP No. 74 tentang Guru. Mujtahid (2010) mengemukakan bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak, evaluator, dan motivator dideskripsikan seperti berikut ini :

  1. Guru sebagai Perancang
Guru sebagai perangcang yaitu menyusun kegiatan akademik atau kurikulum dan pembelajaran, menyusun kegiatan kesiswaan, menyusun kebutuhan sarana prasarana dan mengestimasi sumber-sumber pembiayaan operasional sekolah, serta menjalin hubungan dengan orangtua, masyarakat, pemangku kepentingan dan instansi terkait. Untuk tugas – tugas administrative tertentu, guru dapat

  1. Guru sebagai pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa dan disiplin. Berkenaan dengan wibawa; guru harus memiliki kelebihan dalam merealisasikan nilai spiritual, emosional, moral, sosial, intelektual dalam pribadinya, serta memiliki kelebihan dan pemahaman ilmu pengetahuan, teknologi an seni sesuai dengan bidang yang dikembangkan. Sedangkan disiplin dimaksudkan bahwa guru harus mematuhi berbagai peraturan dan tata tertib secara konsisten, atas kesadaran profesional karena mereka bertugas unutk mendisiplinkan peserta didik didalam sekolah, terutama dalam pembelajaran. Oleh karena itu menanamkan disiplin guru harus memulai dari dirinya sendiri, dalam berbagai tindakan dan perilakunya.

  1. Guru sebagai penggerak
Guru dikatakan sebagai penggerak, yaitu mobilisator yang mendorong dan menggerakkan system organisasi sekolah. Untuk melaksanakan fungsi – fungsi tersebut, seorang guru harus memiliiki kemampuan intelektual, misalnya mempunyai jiwa visioner, creator, peneliti, jiwa rasional, dan jiwa untuk maju. Kepribadian seperti luwes, wibawa, adil dan bijaksana juga jujur. Untuk mendorong dan menggerakkan system sekolah yang maju memang membutuhkan kemampuan brilian tersebut guna mengefektifkan kinerja sumber daya manusia secara maksimal dan berkelanjutan. Sebab itu pola ini dapat terbangun secara kolektif dan dilaksanakan dengan sungguh oleh guru, maka akan muncul perubahan besar dalam system manajemen sekolah yang efektif. Melalui cita – cita dan visi benar inilah guru sebagai agen penggerak diharapkan mempunyai rasa tanggungjawab, rasa memiliki, serta rasa ingin memajukan lembaga sekolahnya sebagai tenda besar mendedikasikan hidup mereka.
  1. Guru sebagai Evaluator
Guru menjalankan fungsi sebagai evaluator, yaitu melakukan evaluasi/penilaian terhadap aktivitas yang telah dikerjakan dalam system sekolah. Peran ini penting, karena guru sebagai pelaku utama dalam menentukan pilihan serta kebijakan yang relevan demi kebaikan system yang ada di sekolah, baik menyangkut kurikulum, pengajaran, sarana – prasarana, sasaran dan tujuan. Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variabel yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Sebagai suatu proses, penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang sesuai, mungkin tes ataupun non tes. Teknik apapun yang dipilih, penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi 3 tahap yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut. Selain menilai peserta didik, guru harus pula menilai dirinya sendiri baik sebagai perencana maupun penilai program pembelajaran. Oleh karena itu ia harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang penilaian program sebagai mana memahami penilaian hasil belajar.
  1. Guru sebagai Motivator
Dalam proses pembelajaran, motivasi merupakan penentu keberhasilan. Seorang guru memerankan diri sebagai motivator murid – muridnya. Guru sebagai motivator artinya guru sebagai pendorong siswa dalam rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi, hal ini bukan disebabkan karena memiliki kemampuan yang rendah, akan tetapi disebabkan tidak adanya motivasi belajar dari siswa sehingga ia tidak berusaha untuk mengerahkan segala kemampuannya. Dalam hal seperti ini guru sebagai motivator harus dapat mengetahui motif – motif yang menyebabkan daya belajar siswa yang rendah yang dapat menyebabkan menurunnya prestasi belajarnya. Guru harus merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk membangkitkan kembali gairah dan semangat belajar siswa. Proses pembelajaran akan lebih berhasil jika siswa memiliki motivasi dalam belajar, maka guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa. Beberapa upaya guru dalam memberikan motivasi belajar.


[1] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm.250.
[2] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992), hlm,74-75.
[3] Abdul Mujib. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kencana Prenada Media,2006), hlm.88.
[4] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat Pendidikan Islam: Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya. (Jakarta: Kalam Mulia,2010), hlm.139.
[5] Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam.(Yogyakarta: Sunan Kalijaga, 2010). hlm.169.
[6] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.148.
[7] Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.173.
[8] Abdul Mujib. Ibid,, hlm.90.
[9] Ahmad Zuhdi, Profil Guru dalam Pendidikan Islam Menurut K.H. Hasyim Asy’ari, (Telaah Kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allim, (Yogyakarta: Tesis Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2004), hlm. 19.
[10] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.145.
[11] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.148.
[12] Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani. Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), (Bandung: Pustaka setia, 2010), hlm. 84.
[13] J.I.G.M Drost, Sekolah: Mengajar atau Mendidik?, (Yogyakarta: Kanisius, 2008), hlm. 32.
[14] Abdul Mujib. Ilmu, hlm. 88.
[15] Dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Undang-Undang  No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dalam pdf, (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4586), hlm 2.
[16] Yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, koselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003.,
[17] Maragustam, Filsafat, hlm.170.
[18] Saiful Bahri Djamarah. Guru., hlm.31.
[19] Peran dan Fungsi Guru dalam website, http://edukasi.kompasiana.com /2012/07/18/. Diakses, 22 September 2012.
[20] Ahmad Farid. Etika Guru dalam Pendidikan Islam, Telaah Terhadap Hadits Larangan Menerima Upah Bagi Guru. (Yogyakarta:Tesis UIN Sunan Kalijaga, 2004), hlm.15.
[21] Maragustam. Ibid, hal 17.,
[22] Ramayulis dan Syamsul Nizar. Filsafat, hlm.157.
[23] Zanuraini, “Hakikat Pendidik dan Peserta Didik”, dalam Website  http://zanuraini rental. blogspot.com. 20 September 2012.
[24] Abdul Mujib. Ilmu, hlm.91.
[25] Khoiron Rosyadi. Pendidikan, hlm.180.
[26] Hifza, Pendidik dan Kepribadiannya dalam Al-Qur’an, (Yogyakarta: Tesisi Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010), hlm. 42.
[27] Tohirin, M.S, Psikologi Pembelajaran Pendidikan agama Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2005), hlm.152.
[28] Binti Maunah, Methodologi Pengajaran Agama Islam, (Metode Penyusunan dan Desain Pembelajaran), (Yogyakarta: Teras,2009), hlm. 269-271.
[29] Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005), hlm. 88.
[30] . Ahmad Farid, Etik., hlm.17-18.
[31] Tohirin, M.S, Psikologi., hlm.154.
[32] Akmal Hawi, Kompetensi., hlm. 59.
[33] Abdul Aziz, Filsafat Pendidikan Islam, (Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam). (Yogyakarta: Teras,2009), hlm.183-184.
[34] Ibid., hlm.185-186,
[35] Abdul Mujib. Ilmu, hlm.98.
[36] Hasan Basri, ibid, hal. 83-87.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar