HADIS MAUDHU
1. Hadis Maudhu’
a. Pengertian Hadis Maudhu’
Apabila
ditinjau secara bahasa, hadits maudhu`
merupakan bentuk dari isim maf`ul dari wado`a-yado`u.kata
wado`a memiliki beberapa makana antara lain:
menggugurkan, misalnya kalimat wado`al
jinan yata anhu (hakim menggugurkan hukuman dari seseorang). Juga bermakna attarku (meninggalkan), misalnya
ungkapan ibilun maudu`atun (unta yang
ditinggalkan di tempat pengembalaannya). Selain itu juga bermakana al iftiroo`u wal ikhtilaaqu (mengada ada
dan membuat buat), misalnya kaliamat wado`a
fulaanun haadzihil qissota (fulan membuat buat dan mengada ada kisah itu).[2]
اصطلاحاً: هو الكذب المختلق، المصنوع، المنسوب إلى رسول الله- صلى
الله عليه وسلم[3]
Maudhu’ menurut istilah adalah:”sesuatu yang diciptakan dan
dibuat-buat lalu dinisbatkan kepada rasulullah secara dusta”
Dari
pengertian tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa hadits maudhu` adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi secara rekaan atau dusta semata mata.
Dalam penggunaan masyarakat islam, hadits maudhu` disebut juga hadits palsu
1. Sejarah Munculnya Hadis Maudhu’
Para ulama berbeda pendapat tentang
kapan mulai terjadinya pemalsuan hadis, berikut pendapat mereka[4]:
1)
Menurut Ahmad
Amin bahwa hadis maudhu’ terjadi sejak masa rasulullah masih hidup.
2)
Shalahuddin
ad-Dabi mengatakan bahwa pemalsuan hadis berkenaan dengan masalah keduniaan
yang terjadi pada masa rasulullah saw.
2. Motivasi-Motivasi Munculnya Hadis Maudhu’
Ada beberapa motif yang mendorong
mereka membuat hadis palsu[5],
antara lain:
a. Pertentangan
Politik
Perpecahan umat islam terjadi akibat
permasalahan politik yang terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib,
membawa pengaruh besar terhadap munculnya hadis-hadis palsu. Masing-masing
golongan berusaha mengalahkan lawannya dan berusaha mempengaruhi orang-orang tertentu,
salah satu usahanya adalah dengan membuat hadis palsu.
b. Usaha
Kaum Zindiq
Kaum Zindiq adalah golongan
yang membenci islam, baik sebagai agama maupun sebagai dasar pemerintahan.
Mereka merasa tidak mungkin dapat memalsukan Alqur’an sehingga mereka beralih
melakukan upaya pemalsuan hadis. Dengan tujuan ingin
menghancurkan islam dari dalam.
c. Sikap
Fanatik Buta
Salah satu faktor upaya pembuatan
hadis palsu adalah adanya sifat ego dan fanatik buta tehadap suku, bangsa,
negeri dan pimpinan. Contoh golongan yang fanatik yaitu ash-Syu’ubiyah
yang fanatik terhadap bangsa persia, dia mengatakan “Apabila Allah Murka, dia
menurunkan wahyu dengan bahasa arab dan apabila senang dia menurunkan dengan
bahsa persia. Mempengaruhi Kaum Awam Dengan Kisah dan Nasehat
Kelompok yang melakukan pemalsuan
hadis ini bertujuan untuk memmperoleh simpati dari pendengarnya sehingga mereka
kagum melihat kemampuannya.
d. Perselisihan dalam fiqhi dan ilmu kalam
Munculnya hadis palsu dalam masalah
fiqhi dan ilmu kalam, berasal dari para pengikut madzhab. Mereka melakukan
pemalsuan hadis karena ingin menguatkan madzhabnya masing-masing.
e. Lobby
dengan penguasa
Sebuah peristiwa yang terjadi pada
masa khilafah bani Abbasiyah, seorang yang bernama Ghiyats ibn Ibrahim pernah
membuat hadis yang disebutkannya didepan khalifah al-Mahdi yang menyangkut
kesenangan khalifah.
3. Kriteria kepalsuan suatu hadits
Para
ulama` muhadditsin, disamping membuat kaidah-aidah untuk mengetahui
sahih,hasan, atau dhaif suatu hadits, mereka juga menentukan ciri ciri untuk
mengetahui ke-maudhu`-an suatu
hadits.
Menurut
Hasbi Ash shiddik[6]
Kepalsuan suatau hadits dapat dilihat pada kriteria yang terdapat pada sanad
dan matan.
1. Yang
terdapat pada sanad
Terdapat
banyak ciri ciri kapalsuan hadits yang terdapat pada sanad. Ciri ciri tersebut
adalah :
a. Rawi
tersebut terkenal berdusta (seorang pendusta) dan tidak ada seorang rawi yang
terpercaya yang meriwayatkan hadits dari diya.
b. Pengakuan
dari sipembuat sendiri, seperti pangakuan seorang guru tasawwuf, ketika ditanya
oleh Ibnu Ismail tentang keutamaan ayat ayat al-qur`an, yang serentak menjawab,
“tidak seorangpun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi, serentak kami
melihat manusia sama membenci al-qur`an, kami ciptakan untuk mereka hadits ini
(tentang keutamaan ayat ayat al-qur`an ), agar mereka menaruh perhatian untuk
mencuntai al-qur`an.”
c. Kenyatan
sejarah, mereka tidak mungkin bertemu,misalnya ada pengakuan dari seorang Rawi
bahwa ia menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu
dengan guru tersebut, atau ia lahir sesudah guru tersebut meninggal, misalnya
ketika ma`mun ibn Ahmad As-sarawi mengaku bahwa ia menerima hadits dari Hisyam
ibn Amar kepada ibn Hibban, maka ibn Hibban bertanya,”kapan engkau pergi ke
syam? . ” ma`mun menjawab,”pada tahun 250 H.” mendengar itu, ibn Hibban
berkata, “Hisyam meninggal dunia pada tahun 245 H.”
d. Keadaan
rawi dan faktor faktor yang mendorongnya membuat hadits maudhi`.
2. Yang
terdapat pada matan
Terdapat
banyak pula ciri ciri hadits maudhu`
yang terdapat dalam matan[7], diantaranya
sbb.
a.
Keburukan
susunan lafazhnya
b.
Kerusakan
maknanya
c.
Karena berlawanan dengan akal sehat
d.
Kerena
berlawanan dengan hukum akhlak
e.
Kerena bertentangan dengan ilmu kedokteran
f.
Kerena
menyalahi UU (ketentuan ketentuan) yang ditetapkan akal terhadap Allah
g.
Kerena
menyalahi hukum hukum Allah dalam mencipatakan alam, seperti hadits yang
menerangkan bahwa; `Auj ibn `unuq mempunyai panjang 300 hasta.
h.
Kerena
mengandung dongeng dongeng yang tidak masuk akal sama sekali
i.
Bertentangan
dengan keterangan al-qur`an hadits
mutawakil,dan kaidah kaidah lmiyah.
j.
Menerangkan
suatu pahala yang sangant besar trehadap perbuatan perbuatan yang sangat kecil,
atau siksa yang sangat besar terhadap suatu perbuatan yang kecil.
4. Hukum Meriwayatkan Hadis maudhu’
Para ulama sepakat bahwasanya
diharamkan secara muthlak meriwayatkan hadis maudhu’ dari orang
yang mengetahui kepalsuannya dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan
penjelasan akan kemaudhu’annya[8],
berdasarkan sabda Nabi saw:
من كذب علَيَّ مُتعمداً
فَليَتَبوَأ مقعدهُ من النار
“barang siapa yang menceritakan hadis dariku sedangkan dia
mengetahui bahwa itu dusta, maka dia termasuk para pendusta.”(HR.Muslim)
[1] Dr. Mahmud Thahan, op cit, hlm 46
[3] Dr. Mahmud Thahan, op cit, hlm 47
[4] Mudassir, Ilmu Hadis (Bandung, 2007) h. 172
[5] T. Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy. Sejarah Dan Pengantar Ilmu
Hadis, cet. 4. (Jakarta : Pustaka
Rizki Putra. 2010.), hlm. 191-197. M.solahuddin.ulumul hadits.Bandung: cv pustaka setia,2009, hlm. 176-181.
[6] Ash-shiddieqy.op.cit.hlm.184-185.
[7] Ash-shiddieqy.op.cit.hlm.185-190.
[8] M.solahuddin. ulumul hadits.(Bandung
: cv pustaka setia,2009).hlm.187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar