PENDAHULUAN
Pendidikan
karakter selalu menjadi isu menarik dan aktual dibicarakan kalangan praktisi
pendidikan. Hal ini karena dunia pendidikan selama ini dianggap terpasung oleh
kepentingan-kepentingan yang absurd, hanya mementingkan kecerdasan
intelektual, akal, dan penalaran, tanpa dibarengi dengan intensifnya
pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Output pendidikan
memang menghasilkan orang-orang cerdas, tetapi kehilangan sikap jujur dan
rendah hati. Mereka terampil, tetapi kurang menghargai sikap tenggang rasa
dan toleransi. Imbasnya, apresiasi terhadap keunggulan nilai humanistik,
keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal.[1]
Dalam
konteks yang demikian, pendidikan selama ini dianggap telah melahirkan
manusia-manusia berkarakter oportunis, hedonis, tanpa memiliki kecerdasan hati, emosi dan nurani. Menyadari kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan
reorientasi dan penataan terhadap apa yang hilang dan kurang disentuh oleh
dunia pendidikan,yakni pendidikan yang lebih fokus pada pembentukan karakter
anak. Baik pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah maupun
di lingkungan masyarakat. Proses pentransferan nilai-nilai karakter perlu di desain
sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan karakter melalui
beragam aktivitas dan metode atau cara penyampaiannya. Pendidikan karakter
dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang. Lickona mengartikan pendidikan
karakter sebagai upaya penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga
sekolah (keluarga) yang mencakup komponen pengetahuan,kesadaran atau kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai itu, baik terhadap Tuhan, diri
sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat[2].
Elkind dan Sweet menyatakan bahwa pendidikan karakter sebagai segala sesuatu
yang dilakukan oleh guru/pendidik, yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku siswa.
Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru/pendidik, cara guru atau pendidik
berbicara atau menyampaikan materi, bertoleransi, dan berbagai hal lainnya
yang terkait[3]. Dari kedua
pengertian di atas, pendidikan karakter memiliki tujuan membentuk
pribadi siswa/anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat
dan warga negara yang baik.
Menurut Harta[4],
pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi daripada pendidikan moral,
karena bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Hal
yang lebih utama, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang
hal-hal yang baik, sehingga anak menjadi paham tentang mana yang baik dan salah
(domain kognitif), mampu merasakan nilai yang baik (domain afektif) dan mau
melakukannya (domain psikomotor).
Dalam pendidikan karakter yang semacam ini, rupanya pendidikan
yang sedang berlangsung selama ini masih sampai pada tataran kognitif, belum
sampai pada tataran afektif dan psikomotor, utamanya pada lembaga pendidikan
formal atau sekolah. mengedepankan aspek
kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan psikomotorik (perilaku).
Muhaimin beranggapan kegagalan
pendidikan agama Islam selama ini lebih banyak bersikap menyendiri, kurang
berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya[5].
Menurut
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab[6].
Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap
jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut.
Penyelenggaraan sistem pendidikan ini merupakan upaya perubahan terencana untuk
meningkatkan sumber daya manusia serta dapat membuka pengetahuan, kesadaran dan
pemahaman mengenai diri maupun lingkungan di sekitarnya, sehingga bermanfaat
dalam melakukan perubahan yang lebih baik[7].
Pendidikan
karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerja
bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk
membuat keputusan yang dapat di pertanggung jawabkan. Dengan kata lain
pendidikan karakter mengajarkan
anak didik berpikir cerdas, mengaktifasi otak tengah secara alami[8].
Dalam
pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral
dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah
membentuk
pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang
baik. Adapun kriteria manusia yangbaik, warga masyarakat yang baik, dan warga
negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
kepatuhan akan nilai-nilaisosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya
masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan
karakter disini dalam rangka menanggapi atau merespon
atas isi kandungan
Surat Al Furqan ayat 63-77, agar tercapainya tujuan pendidikan yang berpijak pada
karakter dasar manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal
(bersifat absolut) serta bersumber dari agama seperti
halnya cinta kepada
Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat
dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percayadiri, kreatif, kerja
keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi,
cinta damai, dan cinta persatuan[9].
Al Qur’an
merupakan wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw terdiri dari
30 zuj, 114 surat, 6666 ayat dan 1.027.000 huruf[10],
begitu luas dan sempurnanya al Qur’an, maka penelitian ini difokuskan pada asfek pendidikan karakter yang terkandung di surat Al
furqan ayat 63 – 77.
1.
Studi
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesi studi artinya kajian, telaah, penelitian ilmiah.[11] Studi pendidikan karakter berati kajian atau
telaah terhadap pendidikan karakter yang kandungan dalam al Qur’an surat al
Furqan ayat 63 – 77.
2.
Pendidikan
Pengertian
pendidikan secara sempit atau sederhana adalah sekolah, pengajaran yang
diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal[12].
Pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah
kependidikan untuk memecahkan dan menyusun
teori-teori
baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif, rasional
empirik, rasional filosofik, maupun historik filosofik. Pendidikan dalam arti praktik adalah suatu
proses pemindahan pengetahuan atau
pengembangan
potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta
membudayakan manusia melalui proses
transformasi
nilai-nilai yang utama[13].
Menurut
pendapat
Qodri Azizy[14]
pendidikan adalah suatu usaha sadar
untuk
mengembangkan kepribadian peserta didik. Pendidikan dalam hal ini lebih bermakna luas, yakni segala
usaha dan perbuatan yang bertujuan
mengembangkan
potensi diri menjadi lebih dewasa. Jadi bukan sekedar pendidikan formal sekolah yang
terbelenggu dalam ruang kelas.
Pendidikan
menurut John Dewey[15] merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental secara
intelektual dan emosional ke arah alam dan
sesama
manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat
menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilaiatau norma-norma tersebut dengan
cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang
melatar belakangi nilai-nilaidan
norma-norma hidup dan kehidupan[16].
Pendidikan
merupakan proses perubahan atau pengembangan dirianak didik dalam segala aspek
kehidupan sehingga terbentuklah suatukepribadian yang utuh (insan kamil)
baik sebagai makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat
beradaptasi dan hidup dalam masyarakatluas dengan baik. Termasuk bertanggung
jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya[17].
3.
Karakter
Secara
etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa
Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata“to
engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan[18]. Dalam Kamus Bahasa Indonesia kata
“karakter”diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang
dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan
pada layar dengan papan ketik. Orang berkarakter berarti orang yang
berkepribadian, berperilaku,
bersifat, bertabiat, atau berwatak[19].
Maka
yang di maksud pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu
dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi pertumbuhan kebebasan individu itu
sendiri. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama,lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang berakhlaqmulia[20].
4.
Pengertian Al Qur’an
Al-Qur.an adalah kalam Allah yang
diturunkan melalui malaikat Jibril kekalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan
bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam
pengakuannya sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi
seluruh umat manusia, di samping merupakan amal ibadah jika membacanya.
Al-Qur.an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai dari surat
al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas yang sampai kepada kita secara
tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara
dari perubahan dan pergantian.[21]
Berdasarkan uraian pada latar belakang
tersebut maka rumusan masalahnya yaitu
“Bagaimana pendidikan karakter yang terkandung dalam al Qur’an surat
al Furqan ayat : 63 – 77?
Tujuannya
adalah : Untuk mengetahui bagaimana
pendidikan karakter yang terkandung dalam al Qur’an surat al Furqan ayat 63 –
77.
Sedangkan manfaatnya adalah : Secara
akademik, penelitian ini bisa memperkaya wawasan keilmuan, dan sebagai sumbangan pikiran dalam
rangka peningkatan pendidikan agamaIslam.
Dalam
sebuah kegiatan penelitian, baik lapangan maupun literal, maka
tidak
lepas dari penelitian atau berangkat dari landasan teori yang merupakan hasil penelitian atau pemikiran
sebelumnya. Dengan demikian penelitian yang
dilakukan
saat ini berangkat dari teori yang sebelumnya telah membahas penelitian terhadapnya.Beberapa
buah karya yang telah membahas mengenai pendidikan karakter antara lain sebagai
berikut:
1. Fihris dalam buku laporan individunya Pendidikan Karakter Di Madrasah
Salafiyah (Studi Kasus Madrasah Salafiyah Girikusumo Demak)
yang menjelaskan bahwa; salah satu model pendidikan karakter yang
diyakini efektif oleh banyak kalangan sekarang ini adalah model pendidikan
“Madrasah berbasis pesantren” atau boarding school dengan beragam
variasinya sebagai sistem pendidikan tertua dalam sejarah pendidikan
negeri ini. Sistem pendidikan ini bukan saja memberikan pengetahuan
kognitif kepada santri, tetapi juga sekaligus bersama-samabelajar membudayakan
ilmu dalam kehidupan sehari-hari, suatu kombinasi
antara ilmu pengetahuan dan budaya, antara learning to knowdengan learning
to do.
2.
Doni
Koesoema A. yang berjudul Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik
Anak di Zaman Global : 2010. D.
Yahya Khan yang berjudulPendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri :
2010. Masnur Muslich,Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional : 2011.
Menurut
UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[22].
Tujuan
pendidikan dalam al Qur’an sebagaimana dirumuskan oleh Quraish Shihab[23],
adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai hamba Allah dan
khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep Allah. Atau dalam
kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur’an untuk bertaqwa
kepada-Nya.
Berkaitan
dengan hal tersebut, banyak aspek yang terkait dengan dimensi-dimensi al-Qur'an
dan hubungannya dengan manusia. Dimensi-dimensi itulah yang kemudian perlu
dipelajari, dipahami, dan dikaji. Proses inilah yang kemudian diberi tajuk
"Studi al-Qur'an". Di lihat dari obbjek dan wilayah kajiannya, studi
al-Qur'an memiliki makna yang luas, yakni[24]:
1.
Aktivitas
Belajar membaca al-Qur'an, dengan beberapa variasinya, yakni a) belajar mengeja
huruf dan kata al-Qur'an, b) membaca dengan menggunakan kaidah makharij
al-huruf dan tata aturan pembacaan yang baik dan benar menurut kaidah-kaidah
tajwid, dan c) membaca al-Qur'an dengan kaidah-kaidah qiraatatau tahsin
al-Qur'an atau menggunakan lagam.
2.
Aktivitas
menulis al-Qur'an, dari a) belajar menuliskan huruf, kata, dan kalimat dengan
menggunakan demonstrasi dan modeling, hingga imla'i, b) belajar menulis
al-Qur'an untuk keindahan atau kaligrafi
3.
Aktivitas
menerjemahkan al-Qur'an, dengan berbagai variasinya; 1) Terjemah literal, 2)
terjemah tafsiriah, dan 3) terjemah idiomatik dan kontekstual
4.
Aktivitas
memahami al-Qur'an
5.
Aktivitas
menafsirkan al-Qur'an
6.
Kajian terhadap
(sejarah) teks al-Qur'an
7.
Kajian terhadap
aktivitas pembacaan al-Qur'an
8.
Kajian terhadap
aktivitas pengajaran al-Qur'an
9.
Kajian terhadap
hasil penerjemahan terhadap al-Qur'am
10. Kajian
terhadap hasil pemahaman dan penafsiran muslim terhadap al-Qur'an
11. Kajian
terhadap hasil pengalaman dan pengamalan muslim dari nilai-nilai al-Qur'an yang
dipahami dan diyakininya
12. Kajian
terhadap hasil penelitian dan kajian para pakar terhadap berbagai dimensi
al-Qur'an.
Aspek
dari dimensi al-Qur'an tersebut merupakan tema yang dapat diangkat dalam
melakukan studi (kajian) dan penelitian terkait teks, penafsiran, dan
pengamalan al-Qur'an. Dan tema di atas
dapat dipersempit dan diperluas lagi, sesuai pada perspektif, pengetahuan,
konteks, metode, dan pendekatan dari pengkaji atau penelitinya. Yang perlu
dieliminir Pertama, bahwa al-Qur'an mempunyai banyak aspek baik pada
level teks, penfasiran (pemahaman, penerjemahan,), sosialisasi (dakwah,
mengajarkan), maupun pengamalan
al-Qur'an. Kedua, berbagai dimensi di atas harus dikaji dan dipahami
atau diteliti oleh kalangan umat Islam; untuk memahami dan memotret realitas
al-Qur'an pada semua aspek tersebut. Ketiga, hasil kajian dan penelitian
terhadap berbagai aspek di atas harus dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
"implementasi nilai-nilai al-Qur'an pada masyarakat muslim", selain
untuk memotret realitas objektifnya.
Dalam
pendidikan karakter ada yang berupa berbasis potensi diri, merupakan pendidikan
yang tidak saja membimbing dan membina setiapanak didik untuk memiliki
kompetensi intelektual (kognitif), kompetensi ketrampilan mekanik (pshicomotoric),
tetapi juga berfokus pada pencapaian pembangunan karakter (affective)[25].
Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan
harus dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini dapat
mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai-nilai ideal yang menjadi
kerangka pikir dan bertindak bagi setiap individu dan sekaligus menjadi
pandangan hidup serta memberikan arah bagi proses pendidikan[26]. Tujuan pendidikan juga merupakan kriteria atau ukuran dalam
evaluasi pendidikan[27].
1. Jenis
Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan riset
kepustakaan (LibraryResearch) yaitu
suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni[28]. Atau jenis
penelitian kualitatif yaitu metode yang bertujuan untuk mendiskrifsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas social, sikap, kepercayaan,
persepsi, dan pemikiran orang secara
individu maupun kelompok[29].
2. Sumber Data
Metode riset ini dipakai untuk mengkaji
sumber-sumber tertulis. Sebagai data primernya adalah
Al-Quran dan buku-buku tafsir. Di samping juga tanpa mengabaikan sumber-sumber lain dan
tulisan valid yang telah dipublikasikan
untuk
melengkapi data-data yang diperlukan. Misalnya kitab-kitab, buku-buku, dan lain
sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis teliti
sebagai data sekunder[30].
3. Teknik
Pengumpulan Data
Sebagai penelitian
pustaka antau Library Research, maka
teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data adalah dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data
melalui benda-benda tertulis[31]. Dalam
hal ini penulis klasifikasikan kepada sumber data primer dan
sekunder.
Data
primer, yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli
yang memuat informasi atau data tersebut.Sumber data primer sebagai suatu
informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya[32]. Diperoleh
dengan mengumpulkan data asli, dimana dalam penelitian ini penulis mendapatkan teks
yang adadalam al-Qur‟an yang secara langsung
memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas yaitu surah al-Furqonayat
ayat : 63-74.
Adapun data
sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat informasi atau data tersebut. Data sekunder
sebagai suatu informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Diperoleh
dengan mengumpulkan data berupa berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para
ahli Islam yang merupakan penafsiran
mereka atas teks-teks al-Qur an
yang pada suatu Aspek memiliki persamaan dan pada aspek lain berbeda. Disamping
itu penulis juga mengambil data dari para ahli yang berkaitan dengan masalah tersebut
diatas.
4. TeknikAnalisis Data
Sedang dalam menganalisis dan menelaah
data, peneliti menggunakan metode
tahlili. Metode tahlili berarti mejelaskan ayat-ayat Al-Qur'an
dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh aspeknya, mulai dari uraian makna
kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antarpemisah (munasabat), hingga sisi keterkaitan antar
pemisah itu (wajh almunasabat) dengan bantuan asbab an-nuzul, munasabat[33]
(keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya )
riwayat-riwayat berasal dariNabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Prosedur ini
dilakukan dengan mengikuti susunan
mushaf, ayat perayat, dan surat-persurat. Metode ini terkadang menyertakan
pula perkembangan kebudayaan generasi nabi sampai tabi’in, terkadang pula di
isi dengan uraian-uraian kebahasaan dan materi-materi khusus lainnya yang kesemuanya ditujukan untuk memahami al-Qur'an
yang mulia ini[34].
Untuk mempermudah
penulisan ilmiah yang sistematis dan konsisten dari keseluruhan isinya, maka disusun
sistematika penulisan. Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab,
yang perinciannya sebagai berikut;
Bab I adalah pendahuluan
yang merupakan gambaran umum tentang keseluruhan dari isi penelitian ini yang
terdiri dari latar belakang masalah, fukus masalah, penegasan istilah, rumusan masalah,
tujuan penulisan penelitian, ,dasar
teori, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan penelitian
Bab II Pendidikan Karakter
Bab III Deskrifsi Surat al Furqanayat 63-77
Bab IV. Kajian Filosofis Dtudi Pendidikan Karakter
dalam Al Qur’an Surat Al Furqanayat 63-77.
Bab V Penutup berisi kesimpulan, saran-saran.
[1]Sudarsono, J. Pendidikan kemanusiaan dan peradaban. Dalam
Soedijarto (Ed.). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita (Jakarta:
PT Kompas Media Nusantara,. 2008), hlm.XVI.
[2]Lickona, T. Eleven principles of
effective character education. Journal of Moral Education, 25, 93-100.
[3]Elkind, D. H. & Sweet, F. How
to do character education. Artikel diambil pada tanggal 11 April 2011 dari http://www.goodcharacter.com/Article-4.html.
[4]Harta, I. Pengintegrasian
pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika
SMP/MTs.
Artikel diakses
dari internet pada tanggal 14 agustus 2014. Hlm. 2
[5]Muhaimin, Paradigma Pendidikan
Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 15.
[6]Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No
20 Th. 2003), (Jakarta:Sinar Grafika, 2009),
hlm.7
[7]Iskandar Agung dan Nadirah
Rumtini, Pendidikan Membangun Karakter Bangsa, (Jakarta:Bestari Buana
Murni, 2011), hlm.56
[8]D. Yahya Khan, Pendidikan
Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi
Publishing,
2010), hlm. 1-2
[9]Fihris, Pendidikan Karakter di
Madrasah Salafiyah, (Semarang: IAIN Walisongo
Semarang,
2010), hlm.39
الْقُرْآنُ أَلْفُ أَلْفِ حَرْفٍ
وَسَبْعَةٌ وَّعِشْرُوْنَ أَلْفَ حَرْفٍ فَمَنْ قَرَأَهُ صَابِرًا مُحْتَسِبًا
كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ زَوْجَةٌ مِّنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ.
[12]Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan
Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Educa,
2010),
hlm.30
[13]Mursid, Kurikulum dan
pendidikan Anak Usia Dini, (Semarang: Akfi Media, 2009), hlm.56
[14]Qodri Azizy, Membangun
Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), hlm.73
[15]John Dewey adalah seorang filsuf
dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab
Pragmatisme.
Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir
dalam
bidang
pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah
menyelesaikan
studinya
di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan juga dalam bidang
pendidikan
di beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan
lebih
dari
700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952
[16]Masnur Muslich, Pendidikan
Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta:
Bumi Aksara, 2011), hlm. 67
[18]http://www.character.com/Article.
[19]Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional.. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta:
Pusat Bahasa. 2008), Cet. I, hal. 682.
[20]Doni Koesoema A., Pendidikan
Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global,
(Jakarta:
Grafindo, 2010), cet. II, hlm.194.
[21]Abd. Wahab
Khallaf, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema
Risalah Press, 1996), Cet. IX, hal. 40.
[22]Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No
20 Th. 2003), (Jakarta:Sinar Grafika, 2009),
hlm.7
[23] Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2007), cet. 2,
hal. 269.
[25]D. Yahya Khan, Pendidikan
Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi
Publishing,
2010), hlm. 14
[26]Achmadi, Ideologi Pendidikan
Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.91
[27]Muchtar Buchori, Pendidikan
Antisipatoris, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm.50
[28]Sutrisno Hadi, Metodologi
Research, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), hlm.9
[32]TatangAmirin,.MenyusunRencanaPenelitian.
(Jakarta: Rajawali Pers. 1995), hal. 132.
[33]Syahrin Harahap, Islam Dinamis,
(Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm.49
[34]Abdul Hayy al-Farmawi, Metode
Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, terj. Rosihon Anwar , (Bandung: CV Pustaka
Setia, 2002), hlm. 23;24.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar