Rabu, 26 November 2014

Studi Pendidikan Karakter



PENDAHULUAN

Pendidikan karakter selalu menjadi isu menarik dan aktual dibicarakan kalangan praktisi pendidikan. Hal ini karena dunia pendidikan selama ini dianggap terpasung oleh kepentingan-kepentingan yang absurd, hanya mementingkan kecerdasan intelektual, akal, dan penalaran, tanpa dibarengi dengan intensifnya pengembangan kecerdasan hati, perasaan, dan emosi. Output  pendidikan memang menghasilkan orang-orang cerdas, tetapi kehilangan sikap jujur dan rendah hati. Mereka terampil, tetapi kurang menghargai sikap tenggang  rasa dan toleransi. Imbasnya, apresiasi terhadap keunggulan nilai humanistik, keluhuran budi, dan hati nurani menjadi dangkal.[1]

Dalam konteks yang demikian, pendidikan selama ini dianggap telah melahirkan manusia-manusia berkarakter oportunis, hedonis, tanpa memiliki kecerdasan hati, emosi dan nurani. Menyadari kenyataan tersebut, maka perlu dilakukan reorientasi dan penataan terhadap apa yang hilang dan kurang disentuh oleh dunia pendidikan,yakni pendidikan yang lebih fokus pada pembentukan karakter anak. Baik pendidikan yang dilakukan di lingkungan keluarga, sekolah maupun di lingkungan masyarakat. Proses pentransferan nilai-nilai karakter perlu di desain sedemikian rupa sehingga memungkinkan terjadinya pembentukan karakter melalui beragam aktivitas dan metode atau cara penyampaiannya. Pendidikan karakter dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang. Lickona mengartikan pendidikan karakter sebagai upaya penanaman nilai-nilai perilaku (karakter) kepada warga sekolah (keluarga) yang mencakup komponen pengetahuan,kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan  nilai-nilai itu, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun masyarakat[2]. Elkind dan Sweet menyatakan bahwa  pendidikan karakter sebagai segala sesuatu yang dilakukan oleh guru/pendidik, yang mampu mempengaruhi sikap dan perilaku siswa. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru/pendidik, cara guru atau pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bertoleransi, dan berbagai hal lainnya yang terkait[3]. Dari kedua pengertian di atas, pendidikan karakter memiliki tujuan membentuk pribadi siswa/anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat dan warga negara yang baik.
Menurut Harta[4], pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi daripada pendidikan moral, karena bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Hal yang lebih utama, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal-hal yang baik, sehingga anak menjadi paham tentang mana yang baik dan salah (domain kognitif), mampu merasakan nilai yang baik (domain afektif) dan mau melakukannya (domain psikomotor).
Dalam  pendidikan  karakter yang semacam ini, rupanya pendidikan yang sedang berlangsung selama ini masih sampai pada tataran kognitif, belum sampai pada tataran afektif dan psikomotor, utamanya pada lembaga pendidikan formal atau sekolah.  mengedepankan aspek kognisi (pemikiran) daripada afeksi (rasa) dan psikomotorik (perilaku). Muhaimin  beranggapan kegagalan pendidikan agama Islam selama ini lebih banyak bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya[5].
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[6].
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Penyelenggaraan sistem pendidikan ini merupakan upaya perubahan terencana untuk meningkatkan sumber daya manusia serta dapat membuka pengetahuan, kesadaran dan pemahaman mengenai diri maupun lingkungan di sekitarnya, sehingga bermanfaat dalam melakukan perubahan yang lebih baik[7].
Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang  membantu individu untuk hidup dan bekerja bersama sebagai keluarga, masyarakat, dan bernegara dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang dapat di pertanggung jawabkan. Dengan kata lain pendidikan karakter mengajarkan anak didik berpikir cerdas, mengaktifasi otak tengah secara alami[8].
Dalam pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama
dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria manusia yangbaik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah kepatuhan akan nilai-nilaisosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Pendidikan karakter disini dalam rangka menanggapi atau merespon
atas isi kandungan Surat Al Furqan ayat 63-77, agar tercapainya tujuan pendidikan yang berpijak pada karakter dasar manusia, yang bersumber dari
nilai moral universal (bersifat absolut) serta bersumber dari agama seperti
halnya cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung
jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli dan kerjasama, percayadiri, kreatif, kerja keras dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan[9].
Al Qur’an merupakan wahyu Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw terdiri dari 30 zuj, 114 surat, 6666 ayat dan 1.027.000 huruf[10], begitu luas dan sempurnanya al Qur’an, maka penelitian ini difokuskan pada asfek pendidikan karakter yang terkandung di surat Al furqan ayat 63 – 77.
1.      Studi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi studi artinya kajian, telaah, penelitian ilmiah.[11]  Studi pendidikan karakter berati kajian atau telaah terhadap pendidikan karakter yang kandungan dalam al Qur’an surat al Furqan ayat 63 – 77.
2.      Pendidikan
Pengertian pendidikan secara sempit atau sederhana adalah sekolah, pengajaran yang diselenggarakan di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal[12]. Pendidikan dalam arti teoritik filosofis adalah pemikiran manusia terhadap masalah-masalah kependidikan untuk memecahkan dan menyusun teori-teori baru dengan mendasarkan kepada pemikiran normatif, spekulatif, rasional empirik, rasional filosofik, maupun historik filosofik. Pendidikan dalam arti praktik adalah suatu proses pemindahan pengetahuan atau pengembangan potensi-potensi yang dimiliki subyek didik untuk mencapai perkembangan secara optimal, serta membudayakan manusia melalui proses transformasi nilai-nilai yang utama[13].
Menurut  pendapat Qodri Azizy[14] pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian peserta didik. Pendidikan dalam hal ini lebih bermakna luas, yakni segala usaha dan perbuatan yang bertujuan mengembangkan potensi diri menjadi lebih dewasa. Jadi bukan sekedar pendidikan formal sekolah yang terbelenggu dalam ruang kelas.
Pendidikan menurut John Dewey[15] merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilaiatau norma-norma tersebut dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan yang melatar belakangi nilai-nilaidan norma-norma hidup dan kehidupan[16].
Pendidikan merupakan proses perubahan atau pengembangan dirianak didik dalam segala aspek kehidupan sehingga terbentuklah suatukepribadian yang utuh (insan kamil) baik sebagai makhluk sosial, maupun makhluk individu, sehingga dapat beradaptasi dan hidup dalam masyarakatluas dengan baik. Termasuk bertanggung jawab kepada diri sendiri, orang lain, dan Tuhannya[17].
3.      Karakter
Secara etimologis, kata karakter (Inggris: character) berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu charassein yang berarti “to engrave”. Kata“to engrave” bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau menggoreskan[18].  Dalam Kamus Bahasa Indonesia  kata “karakter”diartikan dengan tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain, dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbul khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik. Orang berkarakter berarti orang yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak[19].
Maka yang di maksud pendidikan karakter adalah usaha yang dilakukan secara individu dan sosial dalam menciptakan lingkungan yang kondusif  bagi pertumbuhan kebebasan individu itu sendiri. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan, diri sendiri, sesama,lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia yang berakhlaqmulia[20].
4.      Pengertian Al Qur’an
Al-Qur.an adalah kalam Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kekalbu Rasulallah SAW dengan menggunakan bahasa arab dan disertai dengan kebenaran agar dijadikan hujjah (penguat) dalam pengakuannya sebagai Rasulallah dan agar dijadikan sebagai undang-undang bagi seluruh umat manusia, di samping merupakan amal ibadah jika membacanya. Al-Qur.an itu dikompilasikan di antara dua ujung yang dimulai dari surat al-fatihah dan ditutup dengan surat an-nas yang sampai kepada kita secara tertib dalam bentuk tulisan maupun lisan dalam keadaan utuh atau terpelihara dari perubahan dan pergantian.[21]
Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka rumusan masalahnya  yaitu “Bagaimana pendidikan  karakter yang terkandung dalam al Qur’an surat al Furqan ayat : 63 – 77?
Tujuannya adalah : Untuk mengetahui bagaimana pendidikan karakter yang terkandung dalam al Qur’an surat al Furqan ayat 63 – 77. 
Sedangkan manfaatnya adalah : Secara akademik, penelitian ini bisa memperkaya wawasan keilmuan, dan sebagai sumbangan pikiran dalam rangka peningkatan pendidikan agamaIslam.
Dalam sebuah kegiatan penelitian, baik lapangan maupun literal, maka
tidak lepas dari penelitian atau berangkat dari landasan teori yang merupakan hasil penelitian atau pemikiran sebelumnya. Dengan demikian penelitian yang dilakukan saat ini berangkat dari teori yang sebelumnya telah membahas penelitian terhadapnya.Beberapa buah karya yang telah membahas mengenai pendidikan karakter antara lain sebagai berikut:
1.      Fihris dalam buku laporan individunya Pendidikan Karakter Di Madrasah Salafiyah (Studi Kasus Madrasah Salafiyah Girikusumo Demak) yang menjelaskan bahwa; salah satu model pendidikan karakter yang diyakini efektif oleh banyak kalangan sekarang ini adalah model pendidikan “Madrasah berbasis pesantren” atau boarding school dengan beragam variasinya sebagai sistem pendidikan tertua dalam sejarah pendidikan negeri ini. Sistem pendidikan ini bukan saja memberikan pengetahuan kognitif kepada santri, tetapi juga sekaligus bersama-samabelajar membudayakan ilmu dalam kehidupan sehari-hari, suatu kombinasi antara ilmu pengetahuan dan budaya, antara learning to knowdengan learning to do.
2.      Doni Koesoema A. yang berjudul Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di Zaman Global : 2010. D. Yahya Khan yang berjudulPendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri : 2010. Masnur Muslich,Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional : 2011.
Menurut UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang  bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab[22].
Tujuan pendidikan dalam al Qur’an sebagaimana dirumuskan oleh Quraish Shihab[23], adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai  hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep Allah. Atau dalam kata yang lebih singkat dan sering digunakan oleh al Qur’an untuk bertaqwa kepada-Nya.
Berkaitan dengan hal tersebut, banyak aspek yang terkait dengan dimensi-dimensi al-Qur'an dan hubungannya dengan manusia. Dimensi-dimensi itulah yang kemudian perlu dipelajari, dipahami, dan dikaji. Proses inilah yang kemudian diberi tajuk "Studi al-Qur'an". Di lihat dari obbjek dan wilayah kajiannya, studi al-Qur'an memiliki makna yang luas, yakni[24]:
1.      Aktivitas Belajar membaca al-Qur'an, dengan beberapa variasinya, yakni a) belajar mengeja huruf dan kata al-Qur'an, b) membaca dengan menggunakan kaidah makharij al-huruf dan tata aturan pembacaan yang baik dan benar menurut kaidah-kaidah tajwid, dan c) membaca al-Qur'an dengan kaidah-kaidah qiraatatau tahsin al-Qur'an atau menggunakan lagam.
2.      Aktivitas menulis al-Qur'an, dari a) belajar menuliskan huruf, kata, dan kalimat dengan menggunakan demonstrasi dan modeling, hingga imla'i, b) belajar menulis al-Qur'an untuk keindahan atau kaligrafi
3.      Aktivitas menerjemahkan al-Qur'an, dengan berbagai variasinya; 1) Terjemah literal, 2) terjemah tafsiriah, dan 3) terjemah idiomatik dan kontekstual
4.      Aktivitas memahami al-Qur'an
5.      Aktivitas menafsirkan al-Qur'an
6.      Kajian terhadap (sejarah) teks al-Qur'an
7.      Kajian terhadap aktivitas pembacaan al-Qur'an
8.      Kajian terhadap aktivitas pengajaran al-Qur'an
9.      Kajian terhadap hasil penerjemahan terhadap al-Qur'am
10.  Kajian terhadap hasil pemahaman dan penafsiran muslim terhadap al-Qur'an
11.  Kajian terhadap hasil pengalaman dan pengamalan muslim dari nilai-nilai al-Qur'an yang dipahami dan diyakininya
12.  Kajian terhadap hasil penelitian dan kajian para pakar terhadap berbagai dimensi al-Qur'an.
Aspek dari dimensi al-Qur'an tersebut merupakan tema yang dapat diangkat dalam melakukan studi (kajian) dan penelitian terkait teks, penafsiran, dan pengamalan al-Qur'an. Dan  tema di atas dapat dipersempit dan diperluas lagi, sesuai pada perspektif, pengetahuan, konteks, metode, dan pendekatan dari pengkaji atau penelitinya. Yang perlu dieliminir Pertama, bahwa al-Qur'an mempunyai banyak aspek baik pada level teks, penfasiran (pemahaman, penerjemahan,), sosialisasi (dakwah, mengajarkan),  maupun pengamalan al-Qur'an. Kedua, berbagai dimensi di atas harus dikaji dan dipahami atau diteliti oleh kalangan umat Islam; untuk memahami dan memotret realitas al-Qur'an pada semua aspek tersebut. Ketiga, hasil kajian dan penelitian terhadap berbagai aspek di atas harus dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas "implementasi nilai-nilai al-Qur'an pada masyarakat muslim", selain untuk memotret realitas objektifnya.
Dalam pendidikan karakter ada yang berupa berbasis potensi diri, merupakan pendidikan yang tidak saja membimbing dan membina setiapanak didik untuk memiliki kompetensi intelektual (kognitif), kompetensi ketrampilan mekanik (pshicomotoric), tetapi juga berfokus pada pencapaian pembangunan karakter (affective)[25].
Menurut Ahmadi, tujuan pendidikan harus dirumuskan atas dasar nilai-nilai ideal yang diyakini dapat mengangkat harkat dan martabat manusia, yaitu nilai-nilai ideal yang menjadi kerangka pikir dan bertindak bagi setiap individu dan sekaligus menjadi pandangan hidup serta memberikan arah bagi proses pendidikan[26]. Tujuan pendidikan juga merupakan kriteria atau ukuran dalam evaluasi pendidikan[27].
1.      Jenis Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan riset kepustakaan (LibraryResearch) yaitu suatu riset kepustakaan atau penelitian kepustakaan murni[28].  Atau jenis penelitian kualitatif yaitu metode yang bertujuan untuk mendiskrifsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas social, sikap, kepercayaan, persepsi, dan pemikiran orang  secara individu maupun kelompok[29].
2.      Sumber Data
Metode riset ini dipakai untuk mengkaji sumber-sumber tertulis. Sebagai data  primernya adalah Al-Quran dan buku-buku tafsir. Di samping juga tanpa mengabaikan sumber-sumber lain dan tulisan valid yang telah dipublikasikan untuk melengkapi data-data yang diperlukan. Misalnya kitab-kitab, buku-buku, dan lain sebagainya yang ada kaitannya dengan masalah yang penulis  teliti sebagai data sekunder[30].
3.      Teknik Pengumpulan Data
Sebagai penelitian pustaka antau Library Research, maka teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah dengan menggunakan metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data melalui benda-benda tertulis[31]. Dalam hal ini penulis klasifikasikan kepada sumber data primer dan sekunder.
Data primer, yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber primer, yakni sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.Sumber data primer sebagai suatu informasi yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumbernya[32]. Diperoleh dengan mengumpulkan data asli, dimana dalam penelitian ini penulis mendapatkan teks yang adadalam al-Quran yang secara langsung memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas yaitu surah al-Furqonayat ayat : 63-74.
Adapun data sekunder, yakni data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat  informasi atau data tersebut. Data sekunder sebagai suatu informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain. Diperoleh dengan mengumpulkan data berupa berbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli Islam yang merupakan  penafsiran mereka atas teks-teks al-Qur an yang pada suatu Aspek memiliki persamaan dan pada aspek lain berbeda. Disamping itu penulis juga mengambil data dari para ahli yang berkaitan dengan masalah tersebut diatas.
4.      TeknikAnalisis Data
Sedang dalam menganalisis dan menelaah data, peneliti menggunakan metode tahlili. Metode tahlili berarti mejelaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan meneliti aspeknya dan menyingkap seluruh aspeknya, mulai dari uraian makna kosa kata, makna kalimat, maksud setiap ungkapan, kaitan antarpemisah  (munasabat), hingga sisi keterkaitan antar pemisah itu (wajh almunasabat) dengan bantuan asbab an-nuzul, munasabat[33] (keterkaitan ayat dengan ayat, surat dengan surat dan seterusnya ) riwayat-riwayat berasal dariNabi SAW, sahabat, dan tabi’in. Prosedur ini dilakukan dengan mengikuti susunan mushaf, ayat perayat, dan surat-persurat. Metode ini terkadang menyertakan pula perkembangan kebudayaan generasi nabi sampai tabi’in, terkadang pula di isi dengan uraian-uraian kebahasaan dan materi-materi khusus  lainnya yang  kesemuanya ditujukan untuk memahami al-Qur'an yang mulia ini[34].
Untuk mempermudah penulisan ilmiah yang sistematis dan konsisten dari keseluruhan isinya, maka disusun sistematika penulisan. Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab, yang perinciannya sebagai berikut;
Bab I adalah pendahuluan yang merupakan gambaran umum tentang keseluruhan dari isi penelitian ini yang terdiri dari latar belakang masalah, fukus masalah, penegasan istilah, rumusan masalah,  tujuan penulisan penelitian, ,dasar teori, metodologi  penelitian, dan sistematika penulisan penelitian
Bab II     Pendidikan Karakter
Bab III    Deskrifsi Surat al Furqanayat 63-77
Bab IV.   Kajian Filosofis Dtudi Pendidikan Karakter dalam Al Qur’an Surat Al Furqanayat 63-77.
Bab V    Penutup berisi kesimpulan, saran-saran.


[1]Sudarsono, J. Pendidikan kemanusiaan dan peradaban. Dalam Soedijarto (Ed.). Landasan dan Arah Pendidikan Nasional Kita (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara,. 2008), hlm.XVI.
[2]Lickona, T. Eleven principles of effective character education. Journal of Moral Education, 25, 93-100.
[3]Elkind, D. H. & Sweet, F. How to do character education. Artikel diambil pada tanggal 11 April 2011 dari http://www.goodcharacter.com/Article-4.html.
[4]Harta, I. Pengintegrasian pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika
SMP/MTs. Artikel diakses dari internet pada tanggal 14 agustus 2014. Hlm. 2
[5]Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), hlm. 15.
[6]Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No 20 Th. 2003), (Jakarta:Sinar Grafika, 2009),
hlm.7
[7]Iskandar Agung dan Nadirah Rumtini, Pendidikan Membangun Karakter Bangsa, (Jakarta:Bestari Buana Murni, 2011), hlm.56
[8]D. Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi
Publishing, 2010), hlm. 1-2
[9]Fihris, Pendidikan Karakter di Madrasah Salafiyah, (Semarang: IAIN Walisongo
Semarang, 2010), hlm.39
[10] عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
الْقُرْآنُ أَلْفُ أَلْفِ حَرْفٍ وَسَبْعَةٌ وَّعِشْرُوْنَ أَلْفَ حَرْفٍ فَمَنْ قَرَأَهُ صَابِرًا مُحْتَسِبًا كَانَ لَهُ بِكُلِّ حَرْفٍ زَوْجَةٌ مِّنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ.
[12]Ara Hidayat & Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Educa,
2010), hlm.30
[13]Mursid, Kurikulum dan pendidikan Anak Usia Dini, (Semarang: Akfi Media, 2009), hlm.56
[14]Qodri Azizy, Membangun Integritas Bangsa, (Jakarta: Renaisan, 2004), hlm.73
[15]John Dewey adalah seorang filsuf dari Amerika Serikat, yang termasuk Mazhab
Pragmatisme. Selain sebagai filsuf, Dewey juga dikenal sebagai kritikus sosial dan pemikir dalam
bidang pendidikan. Dewey dilahirkan di Burlington pada tahun 1859. Setelah menyelesaikan
studinya di Baltimore, ia menjadi guru besar dalam bidang filsafat dan juga dalam bidang
pendidikan di beberapa universitas. Sepanjang kariernya, Dewey menghasilkan 40 buku dan lebih
dari 700-an artikel. Dewey meninggal dunia pada tahun 1952
[16]Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hlm. 67
15Hasan Hafidz, Dasar-dasar Pendidikan dan Ilmu Jiwa, (Solo: Ramadhani, 1989), hlm. 12.
[18]http://www.character.com/Article.
[19]Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.. Kamus Bahasa Indonesia.
Jakarta: Pusat Bahasa. 2008), Cet. I, hal. 682.
[20]Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik anak di Zaman Global,
(Jakarta: Grafindo, 2010), cet. II, hlm.194.
[21]Abd. Wahab Khallaf, Ilmu Ushul Al Fiqh, terj. Masdar Helmy, (Bandung: Gema Risalah Press, 1996), Cet. IX, hal. 40.
[22]Undang-Undang SISDIKNAS (UU RI No 20 Th. 2003), (Jakarta:Sinar Grafika, 2009),
hlm.7
[23] Quraish Shihab, Membumikan Al Qur’an, Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2007), cet. 2, hal. 269.
[25]D. Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta: Pelangi
Publishing, 2010), hlm. 14
[26]Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm.91
[27]Muchtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hlm.50
[28]Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2001), hlm.9
[29]Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian, (jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm.10
[30]Ibid, hal. 10.
[31]Ibid, hal. 11.
[32]TatangAmirin,.MenyusunRencanaPenelitian. (Jakarta: Rajawali Pers. 1995), hal. 132.
[33]Syahrin Harahap, Islam Dinamis, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1997), hlm.49
[34]Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudlu’i dan Cara Penerapannya, terj. Rosihon Anwar , (Bandung: CV Pustaka Setia, 2002), hlm. 23;24.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar