Minggu, 30 November 2014

Nilai-Nilai Pendidikan Islam



NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
(Kajian Filisofi terhadap Al-Qur’an Surat Luqman ayat 12-19)


A.    Pendahuluan
Al-Qur’an sebagai Kalamullah yang paripurna, disamping mengandung seperangkat nilai-nilai transhistoris, yaitu al-Qur’an diturunkan dalam realitas sejarah sebagai respon kongkrit terhadap sejarah dalam peristiwa, kurun waktu, dan tempat tertentu, juga memiliki nilai-nilai traendental, yang karenanya ia bersifat abadi, nilai-nilainya tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sehingga difahami dan diyakini sebagai sesuatu yang bersifat abadi. Dan kajian kisah dalam al-Qur’an merupakan manifestasi dari kedua nilai tersebut.

Al-Qur’an sebagai sumber pemikiran Islam sangat memberikan inspirasi edukatif yang perlu dikembangkan secara filosofis dan ilmiah. Pengembangan demikian diperlukan sebagai kerangka dasar dalam membangun sistem pendidikan Islam yang salah satunya dengan cara mengintrodusir konsep-konsep dari al-Qur’an tentang pendidikan. Al-Qur’an memiliki pandangan yang spesifik tentang pendidikan, beberapa idiom banyak dijumpai dalam al-Qur’an, seperti kata rab yang menjadi akar kata tarbiyah, istilah tadsris, dan ta’dhib yang mengandung implikasi pendidikan yang mendalam.
Banyak dari al-Qur’an kisah yang dijadikan rujukan dalam pembelajaran nilai-nilai pendidikan, diantaranya tersurat dan tersirat dalam surah Luqman. Sebagai orang tua atau pendidik bisa memetik hikmah dan pembelajaran dari penggalan kisah Luqman tersebut. Luqman merupakan potret orang tua yang bijaksana, mendidik anaknya dengan penuh cinta. Karena pendidikan bukan hanya sekedar transper ilmu pengetahuan dari generasi kegenerasi berikutnya saja, tapi juga merupakan proses transpormasi nilai dan pembentukan karakter dalam segala aspeknya.
Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan pertama dan terutama bagi seorang anak. Pendidikan dalam keluarga bertujuan agar anak berkembang secara maksimal yang meliputi seluruh aspek perkembangan jasmani dan ruhani, lahir dan batin. Sudah banyak penulis dan peneliti yang membahas tentang tujuan pendidikan, dimana pendidikan tidak hanya menyiapkan individu agar bisa mengabdi kepada Allah semata, namun juga termasuk semua karya, karsa, rasa dan karsa yang diniatkan kepada Allah swt. Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama dimana dia mendapatkan pengaruh dari anggauta keluarganya dan itu merupakan masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak.
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakanbahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.[1]
Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.[2]

B.   Pengertia Nilai
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan[3]. Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon penghargaan.[4]  Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.[5] Menurut Sidi Gazalba yang dikutip Chabib Thoha mengartikan Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.[6]
Menurut Rohmat Mulyana[7] nilai sering dirumuskan dalam konsep yang berbeda-beda. Seorang sosiolog mendefinisikan nilai dari sudut pandangnya tentang keinginan, kebutuhan, kesenangan seseorang sampai pada sanksi dan tekanan dari masyarakat. Ahli psikolog menafsirkan nilai sebagai suatu kecenderungan prilaku yang berawal dari gejala-gejala psikologi. Seperti hasrat, motif, sikap, kebutuhan dan keyakinan yang dimiliki secara individual sampai pada wujud tingkah lakunya yang unik. Seorang antropolog melihat nilai sebagai harga yang melekat pada pola budaya masyarakat seperti dalam bahasa, adat kebiasaan, keyakinan, hukum dan bentuk organisasi-organisasi sosial yang dikembangkan manusia. Sementara seorang ekonom melihat nilai sebagai harga sesuatu produk dari pelayanan yang dapat diandalkan untuk kesejahtraan manusia. Sedang menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).[8] Jadi nilai adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.

C.   Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan katasense used here, is a process or an activity which is directed at producingdesirable changes in the behavior of human being”[9] (pendidikan adalahproses yang berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukandalam tingkah laku manusia).
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama,  sekalipun ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan ketiga istilah tersebut[10]. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal.
Kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda[11].
Pertama,  Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha mengubah, dan yang maha menunaikan[12]. Kedua, Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan[13].Ketiga, Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah yang berarti (pertumbuhan dan perkembangan)[14]. Keempat, al-Jauhari yang dikutip oleh al-Abrasy memberi arti kata at-Tarbiyahdengan rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh[15]. Dari pandangan beberapa pakar tafsir ini maka kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan at-ta’lim, para fakar memberikan pengertian diantaranya, Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ta’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan[16]. Munurut Rasyid Ridho[17]at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqarah: 31

وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”

Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak.Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan  at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak[18].
Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim  disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem[19]. Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih umum daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Sementara pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya.Selanjutnya term ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi “Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”[20]
Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan[21].
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Menurut H. M Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasasecara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian sertakemampuan dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formalmaupun non formal.[22] Adapun menurut Ahmad D. Marimba adalahbimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadapperkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknyakepribadian yang utama.[23]
Dari beberapa pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama. Sedang pendidikan Islam menurut ahmad D Marimba adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.[24] Senada dengan pendapat diatas, menurut Chabib Thoha pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits.[25]
Menurut Achmadi mendefinisikan pendidikan Islam adalah segalausaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumberdaya insan yang berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.[26]
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli, namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan didunia dan di akherat.
Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT. Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik padanya.

D.   Teks Al-Qur’an surat Luqman ayat 12-19

وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ (12) وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ (13) وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ (16) يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ (17) وَلَا تُصَعِّرْ خَدَّكَ لِلنَّاسِ وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (18) وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ الْأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ (19)
Artinya : 12.  Dan Sesungguhnya Telah kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".13.  Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". 14.  Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu. 15.  Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, Kemudian Hanya kepada-Kulah kembalimu, Maka Kuberitakan kepadamu apa yang Telah kamu kerjakan. 16.  (Luqman berkata): "Hai anakku, Sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. 17.  Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18.  Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. 19.  Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Al-Qur’an surah Luqman ayat 12-19 sebagaimana termaktub di atas, mendiskripsikan bagaimana seorang ayah (Luqman) mendidik anaknya. Menurut Ahmad Tafsir[27]. Pendidik dalam Islam adalah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam orang yang paling bertanggung jawab tersebut adalah orang tua (ayah dan ibu) anak didik. Alasannya adalah; pertama karena qadrat, dimana orang tua ditakdirkan menjadi orang tua anaknya, dan karena itu sekaligus ia ditakdirkan pula bertanggung jawab dalam mendidik anaknya. Kedua karena kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anaknya, sukses anaknya adalah sukses orang tuanya. Tanggunga jawab pertama dan utama terletak pada orang tuanya berdasarkan Firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka. (QS. At-Tahrim : 6).
Dari kisah Luqman tersebut memberi petunjuk kepada orang tua dalam mendidik anaknya. Luqman menanamkan nilai-nilai pendidikan kepada anaknya,seperti ketaatan kepda Allah, bersyukur, berbuat baik kepada kedua orang tua, mensucikan jiwa secara istiqamah dengan melaksanakan shalat, amar ma’ruf nahyi mungkar, tidak sombong merupakan hal pertama yang ditanamkan kepda anaknya.  
Kehidupan manusia tidak terlepas dari nilai dan nilai itu selanjutnya diinstitusikan. Institusional nilai yang terbaik adalah melalui upaya pendidikan. Pandangan Freeman But dalam bukunya Cultural History Of Western Education yang dikutip Muhaimin dan Abdul Mujib menyatakan bahwa hakikat pendidikan adalah proses transformasi dan internalisasi nilai. Proses pembiasaan terhadap nilai, proses rekonstruksi nilai serta proses penyesuaian terhadap nilai.[28]
Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Nilai pendidikan Islam perlu ditanamkan pada anak sejak kecil agar mengetahui nilai-nilai agama dalam kehidupannya.[29]
Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam yang mendukung dalam pelaksanaan pendidikan bahkan menjadi suatui rangkaian atau sistem didalamnya.Nilai tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa anak sehingga bisa memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat luas. Dengan banyaknya nilai-nilai Islam yang terdapat dalam pendidikan Islam, maka penulis mencoba membatasi nilai-nilai pendidikan Islam dengan nilai keimanan,, nilai ibadah dan nilai akhlak.
Bagi para pendidik, dalam hal ini adalah orang tua sangat perlu membekali anak didiknya dengan materi-materi atau pokok-pokok dasar pendidikan sebagai pondasi hidup yang sesuai dengan arah perkembangan jiwanya. Pokok-pokok pendidikan yang harus ditanamkan pada anak didik yaitu, keimanan, ibadah (amal shalih), dan akhlak.

a.    Nilai Pendidikan keimanan (aqidah Islamiyah)
Iman adalah kepercayaan yang terhujam kedalam hati dengan penuh keyakinan, tak ada perasaan syak (ragu-ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian.[30] Al Ghazali mengatakan iman adalah megucapkan dengan lidah, mengakui benarnya dengan hati dan mengamalkan dengan anggota badan.[31]
Pendidikan keimanan termasuk aspek pendidikan yang patut mendapat perhatian yang pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini pada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keislaman seseorang.
Pembentukan iman harus diberikan pada anak sejak kecil, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Nilai-nilai keimanan harus mulai diperkenalkan pada anak dengan cara :
  1. memperkenalkan nama Allah SWT dan Rasul-Nya
  2. memberikan gambaran tentang siapa pencipta alam raya ini melaluikisah-kisah teladan
  3. memperkenalkan ke-Maha-Agungan Allah SWT .[32]
Rasulullah SAW. adalah orang yang menjadi suri tauladan(Uswatun Hasanah) bagi umatnya, baik sebagai pemimpin maupun orangtua. Beliau mengajarkan pada umatnya bagaimana menanamkan nilai-nilai keimanan pada anak-anaknya. Ada lima pola dasar pembinaan iman(Aqidah) yang harus diberikan pada anak, yaitu membacakan kalimattauhid pada anak, menanamkan kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, mengajarkan Al-Qur'an dan menanamkan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan.[33]
Luqman menanamkan iman (aqidah) yang kuat bagi putra-putrinya, melarang keras berbuat syirik, mensyukuri nikmat-Nya. Ini sangat penting, karena anak masih berjalan pada fitrahnya selaku manusia suci tanpa dosa, merupakan lahan yang paling terbuka untuk mendapatkan cahaya hikmah yang terpendam dalam Al-Qur'an, sebelum hawa nafsu yang ada dalam diri anak mulai mempengaruhinya.[34] Iman (aqidah) yang kuat dan tertanam dalam jiwa seseoran merupakan hal yang penting dalam perkembangan pendidikan anak. Salahsatu yang bisa menguatkan aqidah adalah anak memiliki nilai pengorbanan dalam dirinya demi membela aqidah yang diyakini kebenarannya. Semakin kuat nilai pengorbanannnya akan semakin kokoh aqidah yang ia miliki.[35]
Nilai pendidikan keimanan pada anak merupakan landasan pokok bagi kehidupan yang sesuai fitrahnya, karena manusia mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengalami dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu penanaman keimanan pada anak harus diperhatikan dan tidak boleh dilupakan bagi orang tua sebagai pendidik. Sebagaiman firman Allah SWT dalam surat Ar Rum :
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakanmanusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan atas fitrahAllah.(fitrah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusiatidak mengetahui” (QS. Ar-Rum : 30).

Dengan fitrah manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT  sebagaimana dalam ayat diatas maka orang tua mempunyai kewajiban untuk memelihara fitrah dan mengembangkannya. Hal ini telah ditegaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW sebagai berikut :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ [36]
Dari Abu Hurairah r.a. berkata : bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Tidaklah seseorang yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah (suci dari kesalahan dan dosa), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi. (HR. Muslim).

Melihat ayat dan hadis diatas dapat diambil suatu pengertian bahwa anak dilahirkan dalam keadaan fitrah dan perkembangan selanjutnya tergantung pada orang tua dan pendidiknya, maka orang tua wajib mengarahkan anaknya agar sesuai dengan fitrahnya. Nilai pendidikan keimanan termasuk aspek-aspek pendidikan yangpatut mendapatkan perhatian pertama dan utama dari orang tua. Memberikan pendidikan ini kepada anak merupakan sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan oleh orang tua dengan penuh kesungguhan. Pasalnya iman merupakan pilar yang mendasari keIslaman seseorang. Pembentukkan iman seharusnya diberikan kepada anak sejak dalam kandungan, sejalan dengan pertumbuhan kepribadiannya. Berbagai hasil pengamatan pakar kejiwaan menunjukkan bahwa janin di dalam kandungan telah mendapat pengaruh dari keadaan sikap dan emosi ibu yang mengandungya.[37]
Nilai-nilai keimanan yang diberikan sejak anak masih kecil, dapat mengenalkannya pada Tuhannya, bagaimana ia bersikap pada Tuhannya dan apa yang mesti diperbuat di dunia ini. Luqmanul potret orang tua dalam mendidik anak, ia telah dibekali Allah dengan keimanan dan sifat-sifat terpuji. Orang tua sekarang perlu mencontoh Luqman dalam mendidik anaknya, karena ia sebagai contoh baik bagi anak-anaknya. perbuatan yang baik akan ditiru oleh anak-anaknya begitu juga sebaliknya.

b.    Nilai Pendidikan Ibadah
Ibadah semacam kepatuhan dan sampai batas penghabisan, yang bergerak dari perasaan hati untuk mengagungkan kepada yang disembah.[38] Kepatuhan yang dimaksud adalah seorang hamba yang mengabdikan diri pada Allah SWT. Ibadah merupakan bukti nyata bagi seorang muslim dalam meyakini dan mempedomani aqidah Islamiyah. Sejak dini anak-anak harus diperkenalkan dengan nilai-nilai ibadah dengan cara[39] :
  1. Mengajak anak ke tempat ibadah
  2. Memperlihatkan bentuk-bentuk ibadah
  3. Memperkenalkan arti ibadah.

Pendidikan anak dalam beribadah dianggap sebagai penyempurna dari pendidikan aqidah. Karena nilai ibadah yang didapat dari anak akan menambah keyakinan kebenaran ajarannya. Semakin nilai ibadah yang ia miliki maka akan semakin tinggi nilai keimanannya.[40] Ibadah merupakan penyerahan diri seorang hamba pada Allah SWT. ibadah yang dilakukan secara benar sesuai dengan syar'i’at Islam merupakan implementasi secara langsung dari sebuah penghambaan diri pada Allah SWT. Manusia merasa bahwa ia diciptakan di dunia ini hanyauntuk menghamba kepada-Nya .
Pembinaan ketaatan ibadah pada anak juga dimulai dalam keluarga kegiatan ibadah yang dapat menarik bagi anak yang masih kecil adalah yang mengandung gerak. Anak-anak suka melakukan sholat, meniru orangtuanya kendatipun ia tidak mengerti apa yang dilakukannya itu.[41]
Nilai pendidikan ibadah bagi anak akan membiasakannya melaksanakan kewajiban. Pendidikan yang diberikan luqman pada anak anaknya merupakan contoh baik bagi orang tua. Luqman menyuruh anak anaknya shalat ketika mereka masih kecil dalam Al Qur’an Allah SWT berfirman :
يَا بُنَيَّ أَقِمِ الصَّلَاةَ وَأْمُرْ بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ
Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakanyang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan mungkar danbersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (QS. Luqman :17).

Dari ayat tersebut, Luqman menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah kepada anak-anaknya sejak dini. Dia bermaksud agar anak-anaknya mengenal tujuan hidup manusia, yaitu menghambakan diri kepada AllahSWT.bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan yang patut disembah selainAllah SWT. Apa yang dilakukan luqman kepada anak-anaknya bisa dicontoh orang tua zaman sekarang ini.Rasulullah SAW. memberikan tauladan pada umatnya tentang nilai pendidikan ibadah. Beliau mengajarkan anak yang berusia tujuh tahun harus sudah dilatih shalat dan ketika berusia sepuluh tahun mulai disiplin shalatnya sabda Nabi SAW.
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ ».[42]

Dari Umar bin Syuaib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Suruhlah anak-anak kalian berlatih shalat sejak mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkan shalat pada usia 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka (sejak usia 10 tahun)”. (HR. abu dawud).

Pedidikan ibadah merupakan salah satu aspek pendidikan Islamyang perlu diperhatikan.Semua ibadah dalam Islam bertujuan membawamanusia supaya selalu ingat kepada Allah.oleh karena itu ibadahmerupakan tujuan hidup manusia diciptakan-Nya dimuka bumi. Allahberfirman dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya menyembahKu. ( QS. Adz Dzaariyat: 56).

Ibadah yang dimaksud bukan ibadah ritual saja tetapi ibadah yang dimaksud di sini adalah ibadah dalam arti umum dan khusus. Ibadah umum yaitu segala amalan yang dizinkan Allah SWT. sedangan ibadah khusus yaitu segala sesuatu (apa) yang telah ditetapkan Allah SWT. Akan perincian-perinciannya, tingkat dan cara-caranya yang tertentu.[43]
Usia baligh merupakan batas Taklif  (pembebanan hukum Syar’i) apa yang diwajibkan syar'i’at pada seorang muslim maka wajib dilakukannya, sedang yang diharamkan wajib menjauhinya. Salah satu kewajiban yang dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari adalah shalatlima waktu. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya melaksanakan shalat,apabila ia tidak melaksanakan maka orang tua wajib memukulnya.Oleh karena itu, nilai pendidikan ibadah yang benar-benar Islamiyyah mesti dijadikan salah satu pokok pendidikan anak. Orang tuadapat menanamkan nilai-nilai pendidikan ibadah pada anak dan berharapkelak ia akan tumbuh menjadi insan yang tekun beribadah secara benar sesuai ajaran Islam.

c.    Nilai Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak merupakan jiwa pendidikan Islam, dimana pendidikan akhlak ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu bisa terwujud. Konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu, disusun oleh manusia di dalam sistem idenya. Kaidah atau norma yang merupakan ketentuan ini timbul dari satu sistem nilai yang terdapat dalam Al Qur’an atau Sunnah yang telah dirumuskan melalui wahyu Illahi maupun yang disusun oleh manusia sebagai kesimpulan dari hukum-hukum yang terdapat dalam alam semesta yang diciptakan Allah SWT.[44]
Dalam dunia pendidikan aspek akhlak sering disebut aspek afektif. Menurut Muhimin[45], kata “akhlak” (bahasa arab) merupakan bentuk jamak dari kata “khuluq”, yang berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan. Jadi bila kita berbicara tentang afektif, maka kita berbicara tentang sikap dan nilai siswa. Muhibbin Syah[46] mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif tidak hanya akan membuahkan kecakapan kognitif tetapi juga menghasilkan kecakapan ranah afektif. Ia juga mengatakan keberhasilan pengembangan ranah kognitif juga akan berdampak positif terhadap perkembangan ranah afektif. Peningkatan kecakapan afektif ini antara lain, berupa kesadaran beragama yang mantap. Dampak positif lainnya inilah dimilikinya sikap mental keagamaan yang lebih tegas dan lugas sesuai dengan tuntunan ajaran agama yang telah diilhami dan diyakini secara mendalam.
Pendidikan akhlak merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, untuk mencapai pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan akhlak secara formal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan akhlak manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup.[47]
Pendidikan akhlak yang diajarkan Luqman kepada putra-putrinya dengan cara mencetaknya agar memiliki akhlak terpuji sebagaiman tersurat dan tersirat pada ayat ke 14 dan 15. Yaitu tentang akhlak kepada orang tua dan masyarakat, hal ini akan mendasari akhlak anak kepada guru-gurunya. Wallahu ‘Alam.



[1]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 127.
[2]Ibid, hal. 128.
[3] W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah : “Education in the1999), hlm. 677
[4] H. Titus, M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), hlm. 122.
[5]Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (bandung: Trigenda Karya, 1993), hlm. 110.
[6]  HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 61
[7] Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung : ALVABETA, 2011), hal. 8-9.
[8]Muhaimin dan Abdul Mujib, op cit, hal. 128.
[9]Frederick J. MC. Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication LTD,1989), hlm. 4.
[10]Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung, Rosda Karya., 1992), hal. 5
[11]An Naquib Al-Attas,  Konsep Pendidikan Dalam Islam.  (Bandung, Mizan, 1988), hal. 12.
[12] Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi,  Tafsir al-Qurtubi. (Maktabah  Waqfiyah), hal. 15.
[13]  Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah.(Maktabah Syamilah Kubra), hal. 6
[14] FathurRazi. Tafsir Fathur Razi. (Maktabah Syamilah Kubra), hal. 12
[15] Zuhairini. Metodik pendidikan Islam. (Malang, IAIN Tarbiyah Sunan Ampel Press. 1950), hal.17.
[16]  Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam. (Mesir, Darul Kutub Misriyah. 1977), hal. 32
[17] Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar. (Maktabah Waqfiyah), hal. 42
[18]Ibid, hal. 42.
[19] An Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung, Mizan. 1988), hal.17.
[20] Ibid, hal. 19
[21] al-Abrasy M. Athiyah. At-Tarbiyah al-Islamiyah, terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry, (Jakarta, Bulan Bintang. 1998), hal. 32
[22]HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang,1976) hlm. 12
[23]Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung : Al Ma’arif, 1989) hlm.19.
[24]Ahmad D. Marimba, op. cit., hlm. 21
[25]HM. Chabib Thoha, op. cit., hlm. 99.
[26]Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya media,1992), hlm. 14.
[27] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010), hal. 74.
[28]Muhaimin dan Abdul Mujib, op. cit., hlm. 127.
[29]Ibid, hal. 128.
[30]Yusuf Qardawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2000),
hlm. 27.
[31]Zainudin, et. al., Seluk Beluk Pendidikan dari AL Ghazali, (Jakarta: Bina Askara,
1991), hlm. 97.
[32]M. Nippan Abdul Halim, Anak Shaleh Dambaan Keluarga,(Yogyakarta : Mitra
Pustaka,2001) Cet. II hlm. 176
[33]M. Nur Abdul Hafizh, “Manhaj Tarbiyah Al Nabawiyyah Li Al-Thifl”, Penerj.
Kuswandini, et al, Mendidik Anak Bersama Rasulullah SAW, (Bandung: Al Bayan, 1997), Cet I,
hlm. 110.
[34]Ibid., hlm. 138-139.
[35]Ibid., hlm. 147.
[36]Imam Muslim , Shahih Muslim, hadis, no. 6926.
[37]Zakiah Daradjat, “Pendidikan Anak Dalam Keluarga : Tinjauan Psikologi Agama”,
dalam Jalaluddin Rahmat dan Muhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim Dalam Masyarakaat
Modern, (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 60.
[38] Yusuf Qardawi, Konsep Ibadah Dalam Islam, (tt.p: Central Media, tt), hlm. 33.
[39]N. Nippan Abdul Halim, op. cit. hlm. 179
[40]M. Nur Abdul Hafidz, op.cit., hlm. 150
[41]Zakiah Daradjat, “Pendidikan Anak Dalam Keluarga, op cit, hlm. 64
[42]Imam Abu Daud, Sunan Abu Daud, hadis, No. 495.
[43]H. Abudin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999) ,hlm.
82
[44]Abu Ahmadi dan Noor Salimi, Dasar-Dasar Pendidikan Agama Islam, (Jakarta :PT Bumi Aksara, 2008), hlm. 199.
[45]Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, ibid, hal. 306.
[46] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : Rajawali Press, 2003), hal. 53.
[47] Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih, (Yogyakarta : Belukar,, 2004), hal. 31.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar