STRUKTUR HADIS
Dalam
kajian ilmu hadis, sebuah teks dikatakan hadits apabila mempunyai struktur sebagaimana
ditetapkan oleh ‘ulama – ‘ulama hadis. struktur hadits tersebut terdiri dari sanad, matan, rawi, shigat isnad, dan mukharij
hadits. tanpa struktur tersebut sebuah teks tidak bisa dikatakan lagi sebagai
hadits
Yang
meriwayatkan suatu hadis adakalanya menerima langsung hasil tanggapan panca
indranya dari sumber aslinya, ada juga yang menerima hadis secara tidak
langsung. Jika tempat dan jarak antara
seseorang dengan terjadinya peristiwa itu sangat jauh, atau penerima hadis
dengan sumber asli yang mempunyai hadis tidak hidup dalam satu generasi,
mustahil dapat memperoleh suatu hadis yang berkualitas, jika sumbernya
“katanya” kalau bukan menggunakan media yang imformasinya valid.
Untuk
menguji masing – masing hadis yang diterimanya tidak secara langsung,
memerlukan suatu dasar dan sandaran, kepada dan dari siapa sebuah hadis itu
diterimanya. Jika penyampaian hadis itu bertahap-tahap artinya dari si A ke B
ke C ke D dan seterusnya, maka penyampai hadis yang terakhir itu harus bisa
memberi tahu dan menjelaskan sandaranya,
sampai bisa menunjukan dari sumber yang pertamanya, bahwa ia menerima hadis
dari Nabi Muhammad Saw. Siapa yang menjadi rangkaian sumber berita, materi
berita, sandaran berita, sighatnya. Yang menurut .ulama hadis disebut sanad,
matan, rawi, mukharrij, dan shighat isnad. Lihat bab awal mengenai pengertian
tentang sanad, matan, rawi dan yang lainya istilah – istilah yang digunakan
dalam ‘ulumul hadis.
Kedudukan
sanad dalam hadis ibarat nasab dari seseorang.[1]
Sanad merupakan senjata bagi orang
Mukmin, tampa senjata, maka dengan apa mereka akan berperang? Sanad merupakan
bagian dari ajaran agama, seandainya tidak ada sanad, maka setiap orang bebas
berbicara sesuai kehendaknya. Suatu ilmu tidak akan musnah kecuali sanadnya
hilang. Hadis tampa sanad, seperti orang
yang naik tampa memakai tangga.[2]
Oleh
karena itu, para muhadditsin meneliti dan menganalisa sanad karena kajian atas
sanad telah banyak mengantarkan keberhasilan kritik atas matan. Kritik terhadap
matan tidak mungkin berhasil tampa melalui kajian terhadap sanad
Secara sederhana
dapat diartikan bahwa sanad adalah rentetan, deretan atau silsilah nama perawi
yang jalin menjalin membentuk satu mata rantai yang mengantarkan pembacanya
pada matan atau isi hadis nabi. Sanad itu sesungguhnya bermaterikan nama-nama,
kuniyah, laqab-laqab dan gelaran lainnya yang dimiliki oleh seorang perawi yang
merupakan sumber periwayatan dan penyandaran sebuah hadis. Sanad adalah
kumpulan orang yang berfungsi sebagai mediator penyampaian dan
periwayatan hadis nabi. Ketiadaan sanad berakibat pada ditolaknya sebuah berita
yang dianggap dan berasal dari nabi. Istilah lain yang semakna dan sering
dipergilirkan penggunaannya dalam konteks yang sama adalah at thoriqoh, dan al Wajh.
Adapun Rawi maksudnya
adalah orang yang memperoleh atau menerima hadis dengan cara yang sah dan
kemudian menyampaikan atau meriwayatkan hadis itu kepada orang lain dengan cara
atau metode yang sah pula. Metode menerima dan menyampaikan hadis itu dalam
kajian para jumhur muhadisin biasa dikenal dengan istilah : Tahammulu wa ’Ada’ al Hadis.
Ilmu ini menjelaskan tentang kriteria yang harus dipenuhi oleh seorang perawi
agar hadis yang diterimanya dan kemudian ketika dia harus meriwayatkan hadis
itu memiliki derajat kesahihan di kalangan para ulama jumhur muhadisin. Rawi
yang berada dalam generasi sahabat disebut sebagai rawi awal dan rawi yang
menceritakan, menyampaikan dan menulis hadis dalam sebuah kitab hadis
tertentu di sebut sebagai rawi akhir. Rawi akhir ini biasanya adalah orang atau
ulama yang menuliskan semua hadis yang pernah diterimanya dalam sebuah kitab disertai
penyebutan sanad-sanadnya.
Sedangkan
matan adalah susunan redaksi kata-kata yang menginformasikan tentang ucapan,
kelakuan dan ketetapan serta sifat dari pribadi Nabi. Kadangkala apa yang
dimaksud dengan matan tidak melulu berupa berita tentang nabi, acapkali
ucapan seorang sahabat, bahkan preseden yang berasal dari tabi’inpun
sering menghiasi kandungan matan hadis. Nampaknya sebagian ulama tidak merasa
keberatan untuk memasukkan berita yang berasal dari sahabat dan tabi’in
termasuk bagian yang inheren dari al hadis. Matan hadits ini sangat penting karena yang
menjadi topik kajian dan kandungan syariat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam
beragama.
Cermati
contoh struktur hadis, sengaja diberi warna dalam penulisanya untuk membantu
mempermudah dalam menentukan mana yang termasuk sanad, matan, rawi, mukharrij
dan sighat isnad. Yaitu sebagai berikut
:
A. Sanad yaitu
mata rantai periwayatan yang menjadi jalan atau yang
menghubungkan antara penulis hadis dengan
generasi di atasnya hingga sampai kepada Nabi
B. Matan yaitu
materi atau bunyi dari sebuah hadis
C. Rawi yaitu para periwayat hadis yang terdapat
dalam rangkaian sanad
D. Mukharrij yaitu Periwayat Hadis yang membukukan dan menjadi kolektor
hadis.
E. Shigaht al-Isnad : lafal yang digunakan periwayat
ketika menerima dan/atau menyampaikan
hadis.
حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
الْأَنْصَارِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي مُحَمَّدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ التَّيْمِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ عَلْقَمَةَ بْنَ
وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ
قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا
لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا
أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ [3] .
Artinya:(al-Bukhariy
berkata) telah berbicara kepada kami
al-Humaidiy, ia berkata: telah berbicara kepada kami Yahya bin Said al-Anshariy, ia berkata telah
memberitahukan kepada saya Muhammad bin
Ibrahim al-Taymiybahwa ia telah mendengar
Alqamah bin Waqqash al-Laitsiy berkata: saya telah mendengar Umar bin Khattab r.a. berkata di atas mimbar:
saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda: sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niatnya, dan yang
diperoleh oleh setiap orag adalah berdasarkan apa yang diniatkannya. Maka
barang siapa yang berhijrah untuk keepentingan dunia yang ingin ia peroleh,
atau karena perempuan yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya sesuai dengan yang
diniatkannya itu. (HR. Al-Bukhariy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar