PENGERTIAN DAN
RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Mahasiswa memahami konsep umum Filsafat Pendidikan Islam
A.
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat
Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan
dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik
jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya dipahami
secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tersebut.
Filsafat
berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harpiah
bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena
kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman
dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher berpendapat filsafat dari kata Yunani
filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu
pengetahuan[1].
Filsafat
berasal dari bahasa Yunani, fhilo dan shopos. Fhilo
artinya cinta dan shopos ilmu atau hikmah. Filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau
hikmah.[2] Sementara menurut Purwanto Filsafat berasal
dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa Yunani philosophia,
terdiri darii kata philos yaitu cinta, suka (loring), dan shopia
berati pengetahuan.[3]
Secara istilah,
filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli
bersangkutan, diantaranya: Mohammad Noor Syam merumuskan pengertian filsafat
sebagai aktifitas berfikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha
mengerti secara mendalam segala sesuatu
Menurut Hasbullah Bakry filsafat
adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan,
alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang
bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap
manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.[4]
Kajian
dan telaah filsafat memang sangat luas, karena itu filsafat merupakan
sumber pengetahuan. Namun paling tidak, ada dua hal pokok yang dapat kita
mengerti dari istilah filsafat, yaitu : Pertama, aktivitas berfikir
manusia secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau baik
mengenai ketuhanan, alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan
jawaban hakikat sesuatu itu. Kedua, ilmu pengetahuan yang mengkaji,
menelaah atau menyelidiki hakikat sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan,
manusia dan alam semesta secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam
rangka memperoleh jawaban tentang hakikat sesuatu itu yang akhirnya temuan itu
menjadi pengetahuan.[5]
Hanafi,[6]
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahsan atau semantik
adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat
adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau
kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari
segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau
pengertian dari segi praktis.
Pengertian pendidikan dengan seluruh
totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah,
ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama, sekalipun ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan ketiga
istilah tersebut[7]. Ketiga
istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat
serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama
lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan
Islam: informal, formal dan non formal
Kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari
fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan
kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak
ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu
yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya
dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai
konotasi makna yang berbeda-beda[8].
Pertama, Menurut
al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang
maha pengatur, yang maha mengubah, dan yang maha menunaikan[9]. Kedua, Menurut
Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah
dan mengumpulkan[10]. Ketiga, Menurut
Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah,
yang mempunyai arti at-Tanwiyah yang berarti (pertumbuhan dan
perkembangan)[11]. Keempat, al-Jauhari
yang dikutip oleh al-Abrasy memberi arti kata at-Tarbiyah dengan rabban dan rabba dengan
memberi makan, memelihara dan mengasuh[12]. Dari pandangan beberapa pakar tafsir ini maka
kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki,
menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan
berarti pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam
diidentikkan dengan at-ta’lim, para fakar memberikan pengertian diantaranya, Abdul Fattah
Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian
pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah,
sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan
diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta
mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ta’lim menyangkut
aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta
pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang
terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak
mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang
mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta
memanfaatkanya dalam kehidupan[13]. Munurut
Rasyid Ridho[14], at-ta’lim adalah
proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya
batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah
al-Baqarah: 31
وَعَلَّمَ آَدَمَ
الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي
بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang
yang benar!”
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ Allah
kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap
sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah
kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih
luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang
khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi,
anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus
pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak[15].
Sayed Muhammad an Naquid al-Atas,
mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa
adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan
dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat
segala sesuatu dalam sebuah sistem[16]. Menurutnya ada hal yang membedakan
antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih umum
daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan
hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan
terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu
kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari
wahyu.
Sementara pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib
al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang
diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang
secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga
membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam
tatanan wujud dan keberadaanya .
Selanjutnya term ‘addaba’ yang juga berarti
mendidik dan kata ‘ta’dib’ sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi “Tuhanku
telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”[17]
Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim
berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus
dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya
menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan
at-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan[18].
Hasan
Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi
muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang
diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya
di akhirat. Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian
pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah
air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan
rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya.
Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan menurut Syed Muhammad
Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri
manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada
manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Dari definisi dan pengertian itu ada
tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan
penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara
bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.
Jadi definisi pendidikan Islam
adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke
dalam diri manusia, tentang tempattempat yang tepat dari segala sesuatu di
dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan
tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan
ini hanyalah untuk manusia saja. Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang
menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam
dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk
menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu
luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan.
Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa
pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa
tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat
dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi
jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut
dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah,
“pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang
dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan
pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan
tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal
haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan.
Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan
sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya,
maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran
tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak
sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha
manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri
dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar
dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung
makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan
penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan
sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda
yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia
dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna
memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga
dukualifikasikan sebagai peserta didik. Hadari Nawawi (1988) mendefinisikan
pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan
manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi yang berbeda,
Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah dan
memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat[19]
Islam, akar kata yang
membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama
lain.
- Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
- Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat.
- Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar).
- Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
Secara terminologis
Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan
oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan
berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya
meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Banyak para ahli atau ulama yang
mendefinisikan Islam secara terminologis. Endang Saifuddin Anshari sebagai
salah satu dosen penulis sewaktu masih kuliah mengemukakan, setelah beliau
mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia
merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
- Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
- Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
- Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
- Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
- Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.[20]
Berdasarkan pemikiran dan bahasan di
atas, maka Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh
dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan atau
mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan
nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan
Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam
kandungan makna dan nilai-nilai al-Qur’an al-Hadis guna merumuskan konsep dasar
penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi
manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran islam. Menurut Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam adalah studi
tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam islam terhadap
masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan manusia muslim dan umat islam. Selain itu Filsafat Pendidikan
Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem
filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam yang
selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan
pendidikan umat Islam.[21]
Sedangkan
Abuddin Nata mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian
filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan
yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat
para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu,
Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa
filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal
tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru,
kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis
sebagai dasar acuannya.[22]
B.
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan
mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam
telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya
beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian
tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau
filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang
kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin[23]
menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena
pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam
adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah
tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Menurut Hasan
Basri[24]
filsafat pendidikan Islam merupakan pengetahuan yang memperbincangkan
maslah-masalah pendidikan Islam. Masalah pendidikan tidak dibatasi oleh
idiologi tertentu, masalah pendidikan berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut
:
- Lembaga pendidikan;
- Pendidik;
- Anak didik.
- Kurikulum.
- Tujuan pendidikan.
- Proses pembelajaran.
- Metode dan strategi pembelajaran.
- Kepustakaan.
- Evaluasi pendidikan, dan
- Alat-alat pendidikan.
Muzayyin Arifin
menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena
pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam
saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan.
Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam
adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah
tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Dengan
demikian, secara umum bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah
pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu logis, menyeluruh
dan universal terhadap sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.
C.
Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad
Athiyah Abrosyi[25]
dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi
bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa
Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Dan
selanjutnya, Muzayyin Arifin[26]
menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam 3
dimensi, yakni:
a.
Memberikan
landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang
berdasarkan Islam
b.
Melakukan
kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan tersebut
c.
Melakukan
evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut
Dengan demikian, jika dijumpai permasalahan yang terdapat dalam
bidang pendidikan, maka cara penyelesaiannya yang ideal dan komprehensif harus
dimulai dari tinjauan filosofisnya, karena pemecahan yang ditawarkan filsafat
pendidikan ini sifatnya menyeluruh, komprehensif, mendasar, dan sistematis,
sebagaimana hal itu menjadi ciri khas dari pemikiran filsafat.
[1] H. Ahmad
Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka
Firdaus, 2005), hal.1
[2] Abudin Nata, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005), hal. 1.
[3] Ibid,
hal. 1.
[4] Ibid, hal. 2.
[5] Ibid, hal. 3.
[6] Ahmad Hanafi,
M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), Cet.
IV, hal. 5.
[9] Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari
al-Qurtubi, Tafsir al-Qurtubi. (Cairo, Durusy. Tt), hal. 15.
[13] Abdul
Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam. (Mesir, Darul
Kutub Misriyah. 1977), hal. 32
[14]
Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar. (Mesir, Dar al-Manar, 1373 H), hal.
42
[15] Ibid,
hal. 42.
[16] An
Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung, Mizan.
1988), hal.17.
[18]
al-Abrasy M. Athiyah. At-Tarbiyah al-Islamiyah, terj; Bustami
A.Goni, dan Djohar Bakry, (Jakarta, Bulan Bintang. 1998), hal. 32
[20] Endang
Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
[21] Zuhairini, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal. 128.
[22] Abudin Nata,
op cit, hal. 3.
[23] Muzayyin
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,
[24] Hasan Basri, Filsafat
Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 12.
[25] Zuhairini.., Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,
1995). hal,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar