Rabu, 26 November 2014

Pengertian dan Ruanglingkupnya



PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM


Mahasiswa memahami konsep umum Filsafat Pendidikan Islam


A.    Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Pendidikan Islam mengandung 3 (tiga) komponen kata, yaitu filsafat, pendidikan dan Islam. Untuk memahami pengertian Filsafat Pendidikan Islam akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing komponen kata untuk selanjutnya dipahami secara menyeluruh dari keterpaduan ketiga kata tersebut.
Filsafat berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harpiah bermakna “kecintaan akan kearifan”.makna kearifan melebihi pengetahuan, karena kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher berpendapat filsafat dari kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu pengetahuan[1].

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, fhilo dan shopos. Fhilo artinya cinta dan shopos ilmu atau hikmah.  Filsafat berarti cinta terhadap ilmu atau hikmah.[2]  Sementara menurut Purwanto Filsafat berasal dari kata Arab falsafah yang berasal dari bahasa Yunani philosophia, terdiri darii kata philos yaitu cinta, suka (loring), dan shopia berati pengetahuan.[3]
Secara istilah, filsafat mengandung banyak pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, diantaranya: Mohammad Noor Syam merumuskan pengertian filsafat sebagai aktifitas berfikir murni atau kegiatan akal manusia dalam usaha mengerti secara mendalam segala sesuatu  Menurut Hasbullah Bakry  filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah mengetahui pengetahuan itu.[4]
Kajian  dan telaah filsafat memang sangat luas, karena itu filsafat merupakan sumber pengetahuan. Namun paling tidak, ada dua hal pokok yang dapat kita mengerti dari istilah filsafat, yaitu : Pertama, aktivitas berfikir manusia secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif terhadap sesuatau baik mengenai ketuhanan, alam semesta maupun manusia itu sendiri guna menemukan jawaban hakikat sesuatu itu. Kedua, ilmu pengetahuan yang mengkaji, menelaah atau menyelidiki hakikat sesuatu yang berhubungan dengan ketuhanan, manusia dan alam semesta secara menyeluruh, mendalam dan spekulatif dalam rangka memperoleh jawaban tentang hakikat sesuatu itu yang akhirnya temuan itu menjadi pengetahuan.[5]
Hanafi,[6] mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.
Pengertian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dengan konotasi istilah “tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib” yang harus dipahami secara bersama-sama,  sekalipun ahli tafsir berbeda-beda dalam menafsirkan ketiga istilah tersebut[7]. Ketiga istilah ini mengandung makna yang mendalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungannya dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula sekaligus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam: informal, formal dan non formal
Kata at-Tarbiyah adalah bentuk masdar dari fi’il madhi rabba , yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata ‘rabb’ yang berarti nama Allah. Dalam al-Qur’an tidak ditemukan kata ‘at-Tarbiyah’, tetapi ada istilah yang senada dengan itu yaitu; ar-rabb, rabbayani, murabbi, rabbiyun, rabbani. Sebaiknya dalam hadis digunakan istilah rabbani. Semua fonem tersebut mempunyai konotasi makna yang berbeda-beda[8].
Pertama,  Menurut al-Qurtubi, bahwa; arti ‘ar-rabb adalah pemilik, tuan, maha memperbaiki, yang maha pengatur, yang maha mengubah, dan yang maha menunaikan[9]. Kedua, Menurut Louis al-Ma’luf, ar-rabb berarti tuan, pemilik, memperbaiki, perawatan, tambah dan mengumpulkan[10]. Ketiga, Menurut Fahrur Razi, ar-rabb merupakan fonem yang seakar dengan al-Tarbiyah, yang mempunyai arti at-Tanwiyah yang berarti (pertumbuhan dan perkembangan)[11]. Keempat, al-Jauhari yang dikutip oleh al-Abrasy memberi arti kata at-Tarbiyah dengan rabban dan rabba dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh[12].  Dari pandangan beberapa pakar tafsir ini maka kata dasar ar-rabb, yang mempunyai arti yang luas antara lain; memilki, menguasai, mengatur, memelihara, memberi makan, menumbuhkan, mengembangkan dan berarti pula mendidik.
Apabila pendidikan Islam diidentikkan dengan at-ta’lim, para fakar memberikan pengertian diantaranya, Abdul Fattah Jalal, mendefinisikan at-ta’lim sebagai proses pemberian pengetahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, dan penanaman amanah, sehingga penyucian atau pembersihan manusia dari segala kotoran dan menjadikan diri manusia berada dalam kondisi yang memungkinkan untuk menerima al-hikmah serta mempelajari apa yang bermanfaat baginya dan yang tidak diketahuinya . At-ta’lim menyangkut aspek pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan seseorang dalam hidup serta pedoman prilaku yang baik. At-ta’lim merupakan proses yang terus menerus diusahakan semenjak dilahirkan, sebab menusia dilahirkan tidak mengetahui apa-apa, tetapi dia dibekali dengan berbagai potensi yang mempersiapkannya untuk meraih dan memahami ilmu pengetahuan serta memanfaatkanya dalam kehidupan[13]. Munurut Rasyid Ridho[14]at-ta’lim adalah proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu . Definisi ini berpijak pada firman Allah al-Baqarah: 31
وَعَلَّمَ آَدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
Rasyid Ridho memahami kata ‘allama’ Allah kepada Nabi Adam as, sebagai proses tranmisi yang dilakukan secara bertahap sebagaimana Adam menyaksikan dan menganalisis asma-asma yang diajarkan Allah kepadanya. Dari penjelasan ini disimpulkan bahwa pengertian at-ta’lim lebih luas atau lebih umum sifatnya daripada istilah at-tarbiyah yang khusus berlaku pada anak-anak. Hal ini karena at-ta’lim mencakup fase bayi, anak-anak, remaja, dan orang dewasa, sedangkan at-tarbiyah, khusus pendidikan dan pengajaran fase bayi dan anak-anak[15].
Sayed Muhammad an Naquid al-Atas, mengartikan at-ta’lim disinonimkan dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila at-ta’lim disinonimkan dengan at-tarbiyah, at-ta’lim mempunyai arti pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem[16]. Menurutnya ada hal yang membedakan antara at-tarbiyah dengan at-ta’lim, yaitu ruang lingkup at-ta’lim lebih umum daripada at-tarbiyah, karena at-tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya mengacu pada kondisi eksistensial dan juga at-tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Sementara pengunaan at-ta’dib, menurut Naquib al-Attas lebih cocok untuk digunakan dalam pendidikan Islam, konsep inilah yang diajarkan oleh Rasul. At-ta’dib berarti pengenalan, pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedimikian rupa, sehingga membimbing kearah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud dan keberadaanya .
Selanjutnya term ‘addaba’ yang juga berarti mendidik dan kata ‘ta’dib’ sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi “Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang terbaik”[17]
Pendapat Muhammad Athiyah al-Abrasy, pengertian at-ta’lim berbeda dengan pendapat diatas, beliau mengatakan bahwa; at-ta’lim lebih khusus dibandingkan dengan at-tarbiyah, karena at-ta’lim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan at-tarbiyah mencakup keseluruhan aspek-aspek pendidikan[18].
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat. Dari berbagai literatur terdapat berbagi macam pengertian pendidikan Islam. Menurut Athiyah Al-Abrasy, pendidikan Islam adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesiaonal dalam bekerja dan manis tutur sapanya. Sedang Ahmad D. Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Sedangkan menurut Syed Muhammad Naquib Al-Attas, pendidikan adalah suatu proses penamaan sesuatu ke dalam diri manusia mengacu kepada metode dan sistem penamaan secara bertahap, dan kepada manusia penerima proses dan kandungan pendidikan tersebut.
Dari definisi dan pengertian itu ada tiga unsur yang membentuk pendidikan yaitu adanya proses, kandungan, dan penerima. Kemudian disimpulkan lebih lanjut yaitu ” sesuatu yang secara bertahap ditanamkan ke dalam diri manusia”.
Jadi definisi pendidikan Islam adalah, pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia, tentang tempattempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Jadi pendidikan ini hanyalah untuk manusia saja. Kembali kepada definisi pendidikan Islam yang menurut Al-Attas diperuntutukan untuk manusia saja. menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mancakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hierarkis sesuai dengan beberapa tingkat dan tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam, arti dari pengertian itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan denagn apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarga, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus berdasarkan kriteria Al-Quran tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif, dipujikan serta terpuji.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya, orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna sangat luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga dukualifikasikan sebagai peserta didik. Hadari Nawawi (1988) mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, baik di dalam maupun di luar sekolah. Dengan redaksi yang berbeda, Hasan Langgulung (1986) mengartikan pendidikan sebagai usaha untuk mengubah dan memimndahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam suatu masyarakat[19]
Islam, akar kata yang membentuk kata “Islam” setidaknya ada empat yang berkaitan satu sama lain.
  1. Aslama. Artinya menyerahkan diri. Orang yang masuk Islam berarti menyerahkan diri kepada Allah SWT. Ia siap mematuhi ajaran-Nya.
  2. Salima. Artinya selamat. Orang yang memeluk Islam, hidupnya akan selamat. 
  3. Sallama. Artinya menyelamatkan orang lain. Seorang pemeluk Islam tidak hanya menyelematkan diri sendiri, tetapi juga harus menyelamatkan orang lain (tugas dakwah atau ‘amar ma’ruf nahyi munkar). 
  4. Salam. Aman, damai, sentosa. Kehidupan yang damai sentosa akan tercipta jika pemeluk Islam melaksanakan asalama dan sallama.
Secara terminologis Islam adalah agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad Saw sebagai utusan-Nya yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, di mana pun dan kapan pun, yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Banyak para ahli atau ulama yang mendefinisikan Islam secara terminologis. Endang Saifuddin Anshari sebagai salah satu dosen penulis sewaktu masih kuliah mengemukakan, setelah beliau mempelajari sejumlah rumusan tentang agama Islam, lalu menganalisisnya, ia merumuskan dan menyimpulkan pengertian Islam, bahwa agama Islam adalah:
  1. Wahyu yang diurunkan oleh Allah SWT kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada segenap umat manusia sepanjang masa dan setiap persada.
  2. Suatu sistem keyakinan dan tata-ketentuan yang mengatur segala perikehidupan dan penghidupan asasi manusia dalam pelbagai hubungan: dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam lainnya.
  3. Bertujuan: keridhaan Allah, rahmat bagi segenap alam, kebahagiaan di dunia dan akhirat.
  4. Pada garis besarnya terdiri atas akidah, syariatm dan akhlak.
  5. Bersumberkan Kitab Suci Al-Quran yang merupakan kodifikasi wahyu Allah SWT sebagai penyempurna wahyu-wahyu sebelumnya yang ditafsirkan oleh Sunnah Rasulullah Saw.[20]
Berdasarkan pemikiran dan bahasan di atas, maka Filsafat Pendidikan Islam adalah suatu aktifitas befikir menyeluruh dan mendalam dalam rangka merumuskan konsep, menyelenggarakan dan atau mengatasi berbagai problem Pendidikan Islam dengan mengkaji kandungan makna dan nilai-nilai dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Dari sisi lain, Filsafat Pendidikan Islam diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji secara menyeluruh dan mendalam kandungan makna dan nilai-nilai al-Qur’an al-Hadis guna merumuskan konsep dasar penyelenggaraan bimbingan, arahan dan pembinaan peserta didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tuntunan ajaran islam. Menurut Zuhairini,  Filsafat Pendidikan Islam adalah studi tentang pandangan filosofis dan sistem dan aliran filsafat dalam islam terhadap masalah-masalah kependidikan dan bagaimana pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia muslim dan umat islam. Selain itu Filsafat Pendidikan Islam mereka artikan pula sebagai penggunaan dan penerapan metode dan sistem filsafat Islam dalam memecahkan problematika pendidikan umat islam yang selanjutnya memberikan arah dan tujuan yang jelas terhadap pelaksanaan pendidikan umat Islam.[21]
Sedangkan Abuddin Nata mendefinisikan Filsafat Pendidikan Islam sebagai suatu kajian filosofis mengenai berbagai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al-Qur’an dan al-Hadis sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli khususnya filosof muslim sebagai sumber sekunder. Selain itu, Filsafat Pendidikan Islam dikatakan Abuddin Nata suatu upaya menggunakan jasa filosofis, yakni berfikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan al-Qur’an dan al-Hadis sebagai dasar acuannya.[22]

B.     Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan Islam
Penjelasan mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan Islam telah diakui sebagai sebuah disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat dari adanya beberapa sumber bacaan, khususnya buku yang menginformasikan hasil penelitian tentang filsafat pendidikan Islam. Sebagai sebuah disiplin ilmu, mau tidak mau filsafat pendidikan Islam harus menunjukkan dengan jelas mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya. Muzayyin Arifin[23] menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Menurut Hasan Basri[24] filsafat pendidikan Islam merupakan pengetahuan yang memperbincangkan maslah-masalah pendidikan Islam. Masalah pendidikan tidak dibatasi oleh idiologi tertentu, masalah pendidikan berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :
  1. Lembaga pendidikan;
  2. Pendidik;
  3. Anak didik.
  4. Kurikulum.
  5. Tujuan pendidikan.
  6. Proses pembelajaran.
  7. Metode dan strategi pembelajaran.
  8. Kepustakaan.
  9. Evaluasi pendidikan, dan
  10. Alat-alat pendidikan.
Muzayyin Arifin menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan Islam berarti memasuki arena pemikiran yang mendasar, sistematik. Logis, dan menyeluruh (universal) tentang pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama Islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang relevan. Pendapat ini memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat Pendidikan Islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode, dan lingkungan.
Dengan demikian, secara umum bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan Islam adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu logis, menyeluruh dan universal terhadap sesuatu yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.

C.    Kegunaan Filsafat Pendidikan Islam
Prof. Mohammad Athiyah Abrosyi[25] dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
  1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
  2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
  3. Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
  4. Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
  5. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.
Dan selanjutnya, Muzayyin Arifin[26] menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam 3 dimensi, yakni:
a.       Memberikan landasan dan sekaligus mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam
b.      Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses pelaksanaan pendidikan tersebut
c.       Melakukan evaluasi terhadap metode yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut
Dengan demikian, jika dijumpai permasalahan yang terdapat dalam bidang pendidikan, maka cara penyelesaiannya yang ideal dan komprehensif harus dimulai dari tinjauan filosofisnya, karena pemecahan yang ditawarkan filsafat pendidikan ini sifatnya menyeluruh, komprehensif, mendasar, dan sistematis, sebagaimana hal itu menjadi ciri khas dari pemikiran filsafat.


[1] H. Ahmad Syar’I, Filsafat Pendidikan Islam. (cetakan ke 1; Jakarta. Pustaka Firdaus, 2005),  hal.1
[2] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama, 2005), hal. 1.
[3] Ibid, hal. 1.
[4] Ibid, hal. 2.
[5] Ibid, hal. 3.
[6] Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1990), Cet. IV, hal. 5.
[7] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung, Rosda Karya., 1992), hal. 6
[8] An Naquib Al-Attas,  Konsep Pendidikan Dalam Islam.  (Bandung, Mizan, 1988), hal. 12.
[9] Ibnu Abdillah Muahammad bin Ahmad al-Ansari al-Qurtubi,  Tafsir al-Qurtubi. (Cairo, Durusy. Tt), hal. 15.
[10]  Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Lughah.(Beirut, Dar al-Masyriq. 1960), hal. 6
[11] FathurRazi. Tafsir Fathur Razi. (Teheran, Dar al-Kutub al-Ilmiyah. tt), hal. 12
[12] Zuhairini. Metodik pendidikan Islam. (Malang, IAIN Tarbiyah Sunan Ampel Press. 1950), hal.17.
[13]  Abdul Fattah Jalal, Min al-Usuli al-Tarbawiyah fi al-Islam. (Mesir, Darul Kutub Misriyah. 1977), hal. 32
[14] Rasyid Ridho, Tafsir al-Manar. (Mesir, Dar al-Manar, 1373 H), hal. 42
[15] Ibid, hal. 42.
[16] An Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam. (Bandung, Mizan. 1988), hal.17.
[17] Ibid, hal. 19
[18] al-Abrasy M. Athiyah. At-Tarbiyah al-Islamiyah, terj; Bustami A.Goni, dan Djohar Bakry, (Jakarta, Bulan Bintang. 1998), hal. 32
[20] Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al-Islam, Pusataka Bandung, 1978, hlm. 46.
[21] Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2008), hal. 128.
[22] Abudin Nata, op cit, hal. 3.
[23] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam,
[24] Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hal. 12.
[25] Zuhairini.., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara,  1995). hal,
[26] Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), hal. 20.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar